Damaskus (ANTARA News) - Utusan perdamaian Lakhdar Brahimi mengadakan pembicaraan "konstruktif" di Suriah Senin dengan Presiden Bashar al-Assad, ketika kaum Jihadis merebut wilayah yang ditinggali komunitas Alawit dari pemimpin yang sedang berjuang itu.




Oposisi Koalisi Nasional, sementara itu, menuduh Damaskus melakukan "pembantaian" lusinan penduduk sipil dalam pemboman toko roti -- tuduhan yang ditangkis rezim Assad, lapor AFP.




Sementara kekerasan berkecamuk di titik-titik bentrokan di seluruh Suriah, sekitar 1.000 orang menghadiri misa Natal di Damaskus, berdoa mengharapkan perdamaian kembali sesudah hampir dua tahun pemberontakan melanda yang telah menewaskan puluhan ribu orang.




Salah seorang dari mereka, Heba Shawi, mengatakan dia berharap "senyuman kembali di wajah anak-anak" selama perayaan, yang para jemaat gereja akui akan jauh lebih muram dari biasanya.




"Karena kematian dimana-mana di seluruh negeri, kami tidak bisa merayakan," kata Hasan Khoury.




Beberapa jam sebelumnya, Brahimi, utusan PBB dan Liga Arab untuk Suriah, bertemu dengan Assad, yang menggambarkan pembicaraan tersebut sebagai "bersahabat dan konstruktif."




"Saya mendapat kehormatan untuk bertemu dengan presiden dan seperti biasanya kami bertukar pandangan mengenai banyak tahap yang harus diambil di masa mendatang," kata Brahimi, yang melebeli krisis tersebut sebagai "mengkhawatirkan" mengingat skala pertumpahan darahnya.




Lebih dari 44.000 orang diperkirakan tewas sejak meletusnya pemberontakan pada Maret 2011 yang berubah menjadi pemberontakan bersenjata ketika rezim Assad melakukan penindasan brutal terhadap pembangkang.




Pada Senin saja, paling sedikit 119 orang tewas di seluruh negeri, termasuk 38 sipil, kata Syrian Observatory for Human Rights.




Brahimi, yang terakhir mengunjungi Suriah pada 19 Oktober, mengharapkan "semua pihak lebih memilih solusi yang menyatukan rakyat Suriah".




"Assad mengungkapkan pandangannya tentang situasinya dan saya memberitahunya mengenai pertemuan saya dengan para pemimpin di kawasan dan di luar kawasan," kata diplomat veteran Aljazair yang mengambilalih dari mantan Sekjen PBB Kofi Annan.




Assad mengatakan "pemerintahannya komit untuk memastikan keberhasilan semua upaya yang diarahkan pada perlindungan kedaulatan dan kemerdekaan negara," lapor televisi negara.




Kedatangan Brahimi Minggu bertepatan dengan laporan tewasnya paling sedikit 60 orang dalam serangan udara rezim atas toko roti di kota Halfaya, di provinsi tengah Hama.




Observatory mengatakan pihaknya telah mendokumentasikan 43 nama orang yang tewas di Halfaya, diantaranya 40 laki-laki dan tiga wanita. Para aktivis mengatakan serangan tersebut merupakan "pembantaian".




Namun kantor berita resmi SANA menyalahkan pembunuhan tersebut pada "kelompok teroris bersenjata" -- istilah rezim bagi pemberontak -- mengatakan "banyak wanita dan anak-anak" tewas.




Koalisi Nasional, yang diakui oleh banyak negara dan kelompok sebagai wakil sah rakyat Suriah, menyalahkan rezim Assad atas "pembantaian" di Halfaya, mengatakan serangan itu "menyasar anak-anak, wanita dan laki-laki yang keluar untuk mendapatkan jatah roti harian mereka yang langka".




Juga di Hama, Observatory mengatakan Front Al-Nusra dan kelompok-kelompok Jihadis lain menguasai sebagian besar desa Maan yang ditinggali Alawit, cabang Islam Syiah dimana Assad termasuk di dalamnya.




Para pemberontak minggu lalu melancarkan serangan habis-habisan tehadap posisi angkatan darat di seluruh Hama, tempat campur aduk komunitas religius, kata Observatory.




Para aktivis sementara menuduh rezim Assad melepaskan bom gas mematikan di tengah kota Homs.




Observatory mengatakan enam pemberontak tewas di Homs Minggu malam setelah menghirup "gas tak berbau dan asap putih" yang berasal dari bom-bom yang dipasang oleh pasukan rezim dalam pertempuran melawan pemberontak.




"Ini bukan senjata kimia, namun kami tidak tahu apakah secara internasional dilarang," kata direktur Obervatory Rami Abdel Rahman kepada AFP.




Rusia, salah satu dari sedikit sekutu pendukung setia Suriah, mengecilkan kekhawatiran senjata kimia sedang dipasang.




"Saya tidak percaya Suriah akan menggunakan senjata kimia," kata Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov kepada saluran televisi berbahasa Inggris RT. "Itu akan menjadi bunuh diri politik bagi pemerintah jika menggunakannya."




Sementara, pengawas hak asasi manusia Amnesty International mengecam transfer pengadilan sipil ke militer rezim, dan mendesak tindakan guna memastikan pengadilan Suriah memenuhi standar pengadilan internasional yang adil. (K004)