Jakarta (ANTARA News) - Telur besar ini akhirnya menetas juga. Rencana BUMN membuka sawah baru secara besar-besaran akhirnya terwujud. Rencana itu memang sempat tertunda enam bulan, tapi itu semata-mata karena harus pindah lokasi. Terutama karena pengadaan lahan di Kalimantan Timur tidak bisa secepat yang diprogramkan.




Akhirnya lokasi yang tepat ditemukan: di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Luasnya bisa sampai 80.00 ha yang kelak bisa bulat menjadi 100.000 ha.




Senin 17 Desember, penanaman pertama padi di lokasi itu dimulai.




Inilah pembukaan sawah baru secara besar-besaran yang pertama di Indonesia dan dilakukan dengan sistem mekanisasi penuh. Mulai dari pengolahan tanah, penanaman, sampai ke panennya nanti.




Saya sempat termangu sebelum menerjunkan kaki telanjang ke sawah yang siap ditanami itu. Waktu remaja saya memang pernah menjadi buruh ndaut dan menanam padi. Tapi tidak begini. Waktu itu saya harus menanam padi menggunakan tangan yang dicelupkan ke tanah lumpur, sambil berjalan mundur dengan badan membungkuk.




Tapi Senin lalu sudah begitu berbeda. Menanam padi dengan mesin! Baru sekali ini saya melihat dan memegang mesin penanam padi yang disebut rice transplanter itu.




Ternyata mudah sekali. Dan sangat cepat. Tidak perlu belajar lama. Hanya dengan penjelasan beberapa kalimat saja saya sudah bisa langsung menjalankan mesin itu.




Penanaman tahap pertama ini akan mencapai 3.000 ha. Di tahun 2013 yang segera tiba akan diteruskan menjadi 40.000 ha. Dan akhirnya, di tahun 2014 bisa mencapai 100.000 ha. Untuk itu BUMN akan mengusahakan dana sampai Rp 5 triliun.




Penanggung jawab proyek ini adalah salah satu BUMN pangan PT Sang Hyang Seri (SHS). Dirutnya, Kaharuddin, sudah bertekad SHS yang selama ini hanya menangani benih harus menjadi BUMN pangan yang besar. Selama ini PT SHS dan juga BUMN pangan lainnya seperti PT Pertani terlalu kecil untuk bisa diandalkan sebagai BUMN pangan bagi sebuah negara agraris yang sangat besar seperti Indonesia.




Dengan menggarap sawah baru ini PT SHS mengalami tranformasi besar-besaran. Kini SHS tidak hanya memikirkan benih, tapi sekaligus menanamnya. Tentu SHS tidak akan mampu menyiapkannya sendirian. “12 Samurai” bersinergi mendorong dari belakang.




Ada yang membantu teknologi (seperti PT Batantekno dan PT Pupuk Indonesia), ada juga yang ambil bagian untuk land clearing dan penyiapan lahan, (PT Hutama Karya, PT Brantas Abipraya) konsultan perencanaan dan pengawasan (PT Indra Karya dan PT Yodya Karya). Selama ini BUMN karya itu dikenal ahli dalam merencanakan dan membuat infrastruktur jalan dan pengairan.




PT Brantas Abipraya sudah berpengalaman membuka sawah baru meski kecil-kecilan. "Kelas 1.000 hektaran," ujar Bambang Esti Marsono, Dirut Brantas. Bahkan "Indra Karya pernah membuat perencanaan sawah 16.000 ha di luar negeri. Yakni di Papua Nugini," kata Agus Widodo. Dirut Indra Karya.




Selebihnya, Bank BNI, Bank BRI, Mank Mandiri, PGN, Pertamina, Indonesia Port Corporation (IPC), dan beberapa BUMN lain mendukung dari sisi pendanaan.




Kekuatan para raksasa BUMN itulah yang akan diandalkan. Tak ayal bila di sawah baru ini alat-alat berat seperti traktor, eskavator, mesin-mesin bajak, dan mesin tanam terlihat di mana-mana. Tidak terlihat sama sekali, misalnya, kerbau atau sapi.




Sistem pembibitannya pun tidak lagi di tanah sawah. Bibitnya dibenihkan di baki-baki siap saji. Ketika berumur 15 hari bibit itu sudah bisa dilepas dari bakinya untuk dimasukkan ke mesin tanam. Dalam waktu singkat bibit sudah tertanam sekaligus empat-empat dalam barisan yang rapi.




Untuk sementara proyek ini kami sebut "non kapitalis farming". Artinya, BUMN tidak membeli tanah itu dari rakyat. Tidak seperti kebun sawit. Tanahnya tetap dimiliki oleh rakyat. BUMN hanya menjadi pekerja dan pemegang manajemennya. Yang akan menikmati hasilnya adalah para petani pemilik lahan.




Tanah-tanah di Ketapang itu selama ini praktis menganggur. Petani hanya menanam semampunya. Akibatnya tanah-tanah di situ tidak produktif. Para petani pun tetap saja menjadi petani miskin. Itulah sebabnya proyek ini juga dimaksudkan untuk sekalian membantu mengatasi kemiskinan di perdesaan.




Kebetulan Bupati Ketapang Drs Hendrikus M.Si punya kebijakan yang bagus, yang seirama dengan sistem non kapitalis farming-nya BUMN ini. "Kami tidak akan mau lagi memberikan izin untuk kebun sawit," ujar Boyman Harus SH, wakil Bupati Ketapang yang ikut hadir dalam acara tanam pertama sawah baru itu. "Kebun sawit hanya menyengsarakan rakyat kami," tambahnya. "Program BUMN ini pas banget dengan kebijakan kami," tambah Boyman.




Tiga bulan mendatang, saat panen pertama di sawah baru ini, kita akan tahu hasil yang sebenarnya. Semula hasil sawah baru ini diasumsikan tidak besar. Hanya sekitar 3 ton/ha. Begitulah doktrinnya. Sawah baru tidak bisa langsung produktif. Baru tahun-tahun berikutnya hasilnya bisa meningkat.




Namun kami tidak menyerah pada teori lama seperti itu. Sains kami libatkan di proyek ini. Misalnya diawali dengan menggunakan produk baru Pupuk Indonesia, Kapurtan, untuk mengendalikan pH. Bahkan PT Batantekno (Persero) dilibatkan untuk melakukan iradiasi nuklir pada benihnya. Kami berharap agar hasilnya kelak bisa langsung di sekitar 6 ton/ ha.




Setelah itu terus dinaikkan ke angka 8 ton/ha. Toh ini bukan lahan sawah pasang surut yang pengerjaannya lebih sulit.




Usai acara penanam pertama itu, di ruang tunggu Bandara Ketapang, kami melakukan rapat terbatas dengan para direksi BUMN yang terlibat di proyek ini. Ada Tri Widjajanto (Dirut HK), ada RJ Lino (Dirut IPC), ada Bambang Esti Marsono (Dirut Brantas), Eddy Budiono (Dirut Pertani), Kaharuddin (Dirut SHS), dan beberapa yang lain.




Kami membulatkan tekad baru ini: langkah telah diayunkan, kaki telah dipijakkan, mimpi telah dikonkretkan, cita-cita besar telah mulai direalisaikan; ujungnya hanya satu: harus berhasil!




(*) Menteri BUMN