Minyak jatuh di Asia karena khawatir permintaan dan penguatan dolar
20 April 2023 15:00 WIB
Minyak berjangka naik sekitar dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB, 28/02/2019), setelah persediaan minyak mentah AS secara tak terduga anjlok (REUTERS) (REUTERS/)
Beijing (ANTARA) - Harga minyak turun di perdagangan Asia pada Kamis sore, karena dolar AS menguat di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga dan setelah data ekonomi baru-baru ini dari AS dan China tidak berbuat cukup untuk mendorong ekspektasi bahwa permintaan akan meningkat.
Minyak mentah berjangka Brent kehilangan 78 sen atau 0,94 persen, menjadi diperdagangkan di 82,34 dolar AS per barel pada pukul 06.15 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) merosot 95 sen atau 1,20 persen, menjadi diperdagangkan di 78,21 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan tersebut melemah untuk hari kedua setelah penurunan 2,0 persen pada Rabu (19/4/2023), berada pada level terendah sejak OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi yang mengejutkan pada 2 April.
"Minyak mentah WTI kembali di bawah level 80 dolar AS dan bisa terus melayang lebih rendah jika perdagangan dolar yang kuat berlanjut," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, dalam catatan klien.
Indeks dolar AS telah bergerak naik sekitar 0,40 persen selama minggu ini. Penguatan greenback membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Dolar AS yang kuat membebani pasar minyak minggu ini karena kemungkinan The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunganya saat imbal hasil obligasi mulai naik lagi," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets di Auckland, dalam sebuah surat elektronik.
"Meskipun China melaporkan data PDB yang lebih baik dari perkiraan, produksi industri dan investasi aset tetap tidak mencapai data konsensus, yang tidak membantu mendorong harga minyak," tambahnya.
Aktivitas ekonomi AS sedikit berubah dalam beberapa pekan terakhir, dengan pertumbuhan lapangan kerja agak moderat dan kenaikan harga tampaknya melambat, menurut laporan Federal Reserve yang diterbitkan pada Rabu (19/4/2023).
"Ini meresahkan pasar, memperbesar kekhawatiran baru-baru ini bahwa pengetatan moneter telah melemahkan permintaan minyak...(sementara) pasar mengabaikan laporan persediaan EIA yang relatif bullish," kata ANZ Research dalam catatan klien.
Stok minyak mentah AS turun 4,6 juta barel pekan lalu karena kilang-kilang berjalan dan ekspor naik, sementara persediaan bensin melonjak secara tak terduga karena permintaan yang mengecewakan, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).
Penurunan stok minyak mentah jauh lebih curam dari perkiraan para analis sebesar 1,1 juta barel, dan perkiraan American Petroleum Institute (API) pada Selasa (18/4/2023) malam sebesar 2,7 juta barel.
Di sisi pasokan, pemuatan minyak dari pelabuhan barat Rusia pada April kemungkinan akan naik ke level tertinggi sejak 2019, di atas 2,4 juta barel per hari, meskipun Moskow berjanji untuk memangkas produksi, kata sumber perdagangan dan pengiriman.
Minyak mentah berjangka Brent kehilangan 78 sen atau 0,94 persen, menjadi diperdagangkan di 82,34 dolar AS per barel pada pukul 06.15 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) merosot 95 sen atau 1,20 persen, menjadi diperdagangkan di 78,21 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan tersebut melemah untuk hari kedua setelah penurunan 2,0 persen pada Rabu (19/4/2023), berada pada level terendah sejak OPEC+ mengumumkan pengurangan produksi yang mengejutkan pada 2 April.
"Minyak mentah WTI kembali di bawah level 80 dolar AS dan bisa terus melayang lebih rendah jika perdagangan dolar yang kuat berlanjut," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, dalam catatan klien.
Indeks dolar AS telah bergerak naik sekitar 0,40 persen selama minggu ini. Penguatan greenback membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
"Dolar AS yang kuat membebani pasar minyak minggu ini karena kemungkinan The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunganya saat imbal hasil obligasi mulai naik lagi," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets di Auckland, dalam sebuah surat elektronik.
"Meskipun China melaporkan data PDB yang lebih baik dari perkiraan, produksi industri dan investasi aset tetap tidak mencapai data konsensus, yang tidak membantu mendorong harga minyak," tambahnya.
Aktivitas ekonomi AS sedikit berubah dalam beberapa pekan terakhir, dengan pertumbuhan lapangan kerja agak moderat dan kenaikan harga tampaknya melambat, menurut laporan Federal Reserve yang diterbitkan pada Rabu (19/4/2023).
"Ini meresahkan pasar, memperbesar kekhawatiran baru-baru ini bahwa pengetatan moneter telah melemahkan permintaan minyak...(sementara) pasar mengabaikan laporan persediaan EIA yang relatif bullish," kata ANZ Research dalam catatan klien.
Stok minyak mentah AS turun 4,6 juta barel pekan lalu karena kilang-kilang berjalan dan ekspor naik, sementara persediaan bensin melonjak secara tak terduga karena permintaan yang mengecewakan, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA).
Penurunan stok minyak mentah jauh lebih curam dari perkiraan para analis sebesar 1,1 juta barel, dan perkiraan American Petroleum Institute (API) pada Selasa (18/4/2023) malam sebesar 2,7 juta barel.
Di sisi pasokan, pemuatan minyak dari pelabuhan barat Rusia pada April kemungkinan akan naik ke level tertinggi sejak 2019, di atas 2,4 juta barel per hari, meskipun Moskow berjanji untuk memangkas produksi, kata sumber perdagangan dan pengiriman.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: