Berlin, Jerman (ANTARA) - Menteri perekonomian Jerman pada Rabu (19/4) mengatakan bahwa kabinet menyetujui larangan sistem pemanasan berbasis minyak dan gas pada 2024, sebuah kebijakan untuk mengurangi emisi, namun dikhawatirkan oleh para kritik akan merugikan orang-orang miskin.

Pada bulan lalu, koalisi pemegang kuasa di Belin menyetujui bahwa hampir seluruh sistem pemanasan di Jerman, baik di bangunan lama maupun baru, harus menggunakan 65 persen energi terbarukan pada 2024.

Rencana itu adalah bagian dari ambisi Jerman untuk memiliki jejak karbon netral di tahun 2045, karena sektor pembangunan menyumbang 112 juta ton emisi gas rumah kaca tahun lalu, sekitar 15 persen dari total emisi oleh negara itu.

Menurut rancangan undang-undang yang diperoleh Reuters, rumah-rumah itu bisa juga menggunakan pompa panas dengan daya dari listrik yang diperbaharui, pemanasan distirk, pemanasan elektrik, atau sistem thermal bertenaga surya, sebagai alternatif penggunaan sistem pemanasan berbasis fosil.

Dari hasil survei oleh Forsa, yang disiarkan ntv dan RTL pada Rabu, sebanyak 78 persen populasi Jerman menolak RUU itu. Hasil survei itu menunjukkan bahwa 62 persen responden memperkirakan bahwa tagihan untuk sistem pemanasan akan naik setelah beralih ke energi terbarukan.

Menurut RUU itu, peralihan sumber daya tersebut bisa memakan biaya sebesar 9,16 miliar euro (Rp 150 triliun) tiap tahunnya sampai 2028. Biaya diperkirakan akan turun menjadi 5 miliar euro (Rp 82 triliun), seiring perkembangan energi terbarukan dan produksi pemanas yang semakin meningkat untuk mengakomodasi peralihan itu.

Pemerintah menyuarakan komitmennya untuk membantu keluarga-keluarga miskin melalui subsidi untuk menggantikan sistem pemanasan berbasis minyak dan gas.

Terdapat beberapa pengecualian dalam RUU itu, termasuk bagi warga berusia di atas 80 tahun yang hidupnya sulit. Pelanggar akan didenda sebesar 5000 euro (Rp81,9 juta), kata RUU yang akan diperdebatkan di parlemen itu.

Jerman makin gencar mempromosikan energi baru dalam sistem pemanasannya, sejak Rusia menyerang Ukraina dan Berlin harus menghentikan impor bahan bakar fosil dari Rusia.

Sistem pemanasan menyumbang 40 persen dari total penggunaan gas tahunan Jerman. Hampir setengah dari 41 juta keluarga di Jerman menggunakan gas alam, dan 25 persen penduduknya menggunakan minyak untuk pemanas.

Menurut studi oleh organisasi Agora pada Selasa (18/4), dengan adanya RUU tersebut, berarti dalam 20 tahun yang akan datang, Jerman harus menghentikan operasi lebih dari 90 persen jaringan distribusi gas, yang memiliki panjang 500.000 km.

Sumber: Reuters
Baca juga: Pasokan listrik Jerman tetap aman pascapenghentian PLTN
Baca juga: Jerman akan kucurkan dana untuk modernisasi sistem pemanas rumah
Baca juga: Menteri ekonomi: Jerman akan percepat reformasi pasar listrik