Jakarta (ANTARA News) - Tingginya permintaan obat di pasar dalam negeri mendorong impor bahan baku obat hingga akhir tahun ini naik, diperkirakan 8,5 persen lebih tinggi dari realisasi tahun lalu yang mencapai Rp9,59 triliun.

"Sampai akhir tahun, impor bahan baku obat bisa menyentuh Rp11,4 triliun, naik 8,5 persen dari tahun lalu sebesar Rp9,59 triliun. Terus bertambahnya permintaan obat di dalam negeri menjadi salah satu penyebab naiknya impor bahan baku," kata Deputi Menteri Koordinator Perekonomian, Eddy Putra Irawadi, di Jakarta, Selasa.

Pemerintah dan pelaku usaha, menurut Eddy, sedang mengupayakan untuk menekan ketergantungan impor bahan baku obat hingga 20 persen dari total ketergantungan saat ini yang mencapai 95 persen.

"Kami akan mendorong produksi bahan baku obat substitusi di dalam negeri dan investor juga membutuhkan fasilitas insentif dan kemudahan guna mendorong peluang membangun industri bahan baku obat," paparnya.

Investor asal India, lanjut Eddy, berminat untuk mendirikan pabrik bahan baku obat di Indonesia. Namun, investor tersebut menanyakan sejumlah insentif yang bisa diterima untuk investasi bahan baku obat.

"Pemerintah akan memberikan insentif pengurangan pajak seperti `tax holiday`, `tax allowance`, jaminan bea masuk (BM), fasilitas kawasan ekonomi, hingga jaminan investasi merupakan insentif-insentif yang menjadi perhatian calon investor. Bahan baku obat dan teknologi farmasi sebenarnya sudah dibuat di Indonesia, namun pasokannya belum mencukupi kebutuhan domestik," ujarnya.

Eddy menyebutkan Indonesia telah memiliki laboratorium yang mampu memproduksi penisilin, gelatin, kapsul, infus, dan bahan pendukung lainnya.

"Investasi asing harus dikejar mulai dari kimia dasar hingga industri bahan bakunya, termasuk ketersediaan teknologinya, sehingga ketergantungan terhadap bahan baku impor berkurang," tandasnya.

(KR-IAZ)