Khartoum, Sudan (ANTARA) - Tentara Sudan menyatakan bahwa kelompok paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RFS) adalah pemberontak menyusul pertempuran di antara kedua pihak di ibu kota Khartoum.

Dalam sebuah pernyataan, tentara Sudan menuding RFS menyerang pasukannya di Khartoum dan sejumlah kota lainnya.

"Pemberontak RSF menyebarkan kebohongan tentang pasukan kami yang disebut menyerang mereka untuk menutupi perilaku mereka yang membangkang," kata tentara.

Pertempuran pecah antara tentara Sudan dan pasukan RSF di Khartoum pada Sabtu pagi waktu setempat. Suara tembakan dan ledakan bom terdengar di dekat markas tentara dan istana kepresidenan, menurut laporan Anadolu.

RSF mengeklaim telah menguasai bandara Khartoum dan pangkalan militer Merowe di Sudan utara.

Pertikaian kedua pihak muncul sejak Kamis ketika tentara Sudan mengatakan bahwa gerakan RSF baru-baru ini dilakukan tanpa koordinasi dan ilegal. Perselisihan itu terjadi di tengah usulan pembentukan pemerintah sipil di Sudan.

Sudan telah mengalami krisis politik sejak Oktober 2021 ketika militer menggulingkan pemerintahan transisi pimpinan Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan mengumumkan keadaan darurat.

Pada Desember lalu, pasukan militer dan partai-partai politik Sudan telah menandatangani perjanjian guna menyelesaikan krisis yang telah berlangsung selama berbulan-bulan itu.

PM Hamdok sempat menjabat lagi, tetapi kemudian mengundurkan diri setelah diprotes masyarakat sipil yang menentang kesepakatan kekuasaan militer.

Penandatanganan kesepakatan final dijadwalkan pada 6 April, tetapi ditunda. Belum ada tanggal baru yang diumumkan untuk penandatanganan tersebut.

Masa transisi di Sudan yang dimulai pada Agustus 2019 dijadwalkan berakhir dengan menggelar pemilu pada awal 2024.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Blinken: Situasi Sudan 'rentan', tapi ada potensi perkembangan
Baca juga: KBRI Sudan: Tidak ada korban WNI dalam peristiwa tembakan di Khartoum
Baca juga: Paramiliter Sudan sebut tentara mengepung dan menembaki markas mereka