Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika mengatakan diperlukan standar operasional prosedur (SOP) yang jelas sebagai patokan para polisi ketika bertugas menghadapi wisatawan mancanegara yang "nakal" atau berulah melanggar aturan di Bali.

"Jangan berdebat di tengah jalan, apalagi penguasaan peraturan dan bahasa Inggris polisinya tidak tepat, ini bisa jadi bulan-bulanan," kata Pastika saat berbicara dalam Dialog NCPI Bali di UID Bali Campus Kura-Kura Bali, Denpasar, Sabtu.

Dialog Bersama yang digelar Nawa Cita Pariwisata Indonesia (NCPI) Bali itu bertajuk "Pengembangan Pariwisata Bali Berkelanjutan: Tantangan dan Solusinya", dengan menghadirkan jajaran asosiasi pariwisata dan pelaku pariwisata serta Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.

Mantan Kapolda Bali itu mengingatkan petugas di lapangan, agar bijak menangani maraknya masalah yang dilakukan wisman yang telah berakibat hingga pendeportasian wisman ke negara asalnya itu.

"Keamanan tidak jatuh dari langit, harus ada upaya untuk membangun sistem keamanan berstandar internasional. Untuk penegakan hukum juga memerlukan 'duit', sehingga harus dikomunikasikan dengan Kapolda, Gubernur, dan Imigrasi serta didukung politik anggaran," ujarnya.

Pastika mengatakan saat dirinya menjabat Gubernur Bali (2008-2018), Bali memiliki Polisi Pariwisata yang wajib fasih berbahasa asing dan bertugas di objek-objek wisata.

Tak hanya persoalan pariwisata karena wisatawan yang berulah, tantangan pariwisata Bali juga kian kompleks karena terkait kondisi politik nasional dan internasional, termasuk pelarangan Israel untuk mengikuti kegiatan olahraga di Bali dan sebagainya.

"Memang itu tidak mudah bagi pemerintah di Bali mengambil kebijakan. Namun semua sudah terjadi lalu solusinya apa? Yang memberikan solusi ya bapak/ibu sekalian (yang hidup di pariwisata), jangan berharap hanya dari pemerintah," ujarnya.

Ketua Yayasan UID dan Presiden Komisaris Kura Kura Bali Tantowi Yahya berpandangan kita tidak bisa menyalahkan wisman sepenuhnya yang melanggar aturan di Bali, karena banyak faktor penyebabnya.

Selain karena ketidaktahuan juga sebagian akibat ulah warga lokal, sehingga mereka menirunya seperti berkendara di trotoar dan tidak memakai helm.

Mantan Dubes Selandia Baru itu, juga mengatakan sosialisasi aturan di Bali sebagai daerah pariwisata masih kurang. Ia mencontohkan New Zealand (Selandia Baru) yang mirip dengan Bali karena 90 persen ekonominya ditopang pariwisata.

"Namun di sana tidak ada gangguan seperti yang di Bali. Turis sebelum masuk sudah di-briefing lebih dulu. Di pesawat mereka sudah diberikan arah agar taat aturan, kemudian untuk peduli dan bisa enjoy," ujarnya.

Terkait dengan Bali, Tantowi mencontohkan bahwa wisman itu tidak mengerti soal "pecalang" atau petugas pengamanan adat. "Oleh karena itu ketika mereka bilang apa urusan kamu, itu karena mereka tidak tahu, termasuk juga soal tempat sakral," ujarnya lagi.

Tantowi juga mengingatkan level wisatawan yang ke Bali tidak semua sama. Ada yang mampu tinggal di hotel berbintang (Nusa Dua, Ubud, dan lain-lain). Juga banyak yang menginap di tempat lebih murah. Banyak dari mereka yang punya uang sedikit asal bisa melancong.

Sementara Ketua NCPI (Nawa Cita Pariwisata Indonesia) Bali Agus Maha Usadha mengatakan pariwisata sangat rentan dengan faktor internal dan eksternal.

"Bagaimana kita menyiasatinya dan harus ada kesepakatan bersama untuk mencari pada tujuan menyejahterakan masyarakat Bali. Melalui tema diskusi kali ini diharapkan bisa memberi masukan mau dibawa Bali ini," ujarnya pula.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Bali Trisno Nugroho mengatakan ekonomi Bali didominasi pariwisata (sekitar 54 persen). Kalau Bali ingin tahan, maka harus didukung oleh pemerintah.

Selain itu, jangan semua kabupaten/kota di Bali dipaksakan ke sektor pariwisata, karena enam kabupaten (di luar Badung, Denpasar, dan Gianyar) ekonominya bertumpu pada pertanian.

Ketua Bali Tourism Board (BTB) Bali IB Agung Partha Adnyana mengatakan payung hukum sangat penting dan pemerintah harus jadi motornya untuk menjaga keamanan.

"Terhadap berbagai persoalan pariwisata yang terjadi ini kita tidak saling menyalahkan, tetapi harus terus berbuat untuk Bali yang lebih maju dan bermartabat. Memang sulit situasinya tetapi marilah kita bersatu," katanya.

Akademisi Prof Nyoman Sunarta menyoroti banyaknya desa wisata tanpa didukung potensi yang spesifik agar laku. Selain itu tidak jelas apa yang mau dijual dan kepada siapa.

"Mestinya desa wisata didukung potensi yang spesifik agar laku. Kalau tidak punya daya tarik khusus jangan buat desa wisata," katanya lagi.
Baca juga: Sandi: Wisman pelanggar hukum dideportasi hingga dilarang masuk
Baca juga: Sandiaga: Wisman pilih NTB dan NTT untuk pemerataan destinasi wisata