Jakarta (ANTARA News) - Ekspansi lahan semakin memberatkan industri sawit nasional yang selama ini dikenal sebagai salah satu industri yang menyerap banyak tenaga kerja, kata Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Joko Supriyono.

"Masalah lahan ini memberatkan industri sawit kita di tengah persoalan ketidakjelasan harga," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan, sebagai perbandingan tahun lalu ekspansi lahan sawit baru dari perusahaan swasta hanya seluas 285.000 hektare (ha).

Padahal, dikemukakannya, sekira tujuh tahun lalu perusahaan swasta di Indonesia pernah membukukan rekor pembukaan lahan hingga 600.000 ha dalam setahun.

"Selama ini tumpang tindih lahan menjadi masalah yang cukup signifikan," katanya.

Dari aktivitas perluasan lahan sawit seluas 500.000 ha per tahun, menurut dia, kini baru 125.000 ha yang dikembangkan.

Pemerintah mencanangkan revitalisasi kelapa sawit yang kini lahannya mencapai 9 juta ha, dan sekira 50 persennya atau seluas 4,5 juta ha dikelola petani.

Menurut Joko, persoalan lahan menjadi semakin rumit manakala pemerintah memoratorium pembukaan lahan sawit baru selama dua tahun terakhir.

Pemerintah menunda pemberian izin pembukaan lahan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011, jika industri sawit menggunakan hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.

"Kita tidak bisa mengandalkan peningkatan produktivitas lahan, jika ekspansi terhambat bagaimana mungkin industri sanggup berkembang," katanya.

Padahal, ia menyatakan, berdasarkan roadmap pengembangan industri sawit nasional yang dicanangkan pemerintah, ditargetkan pada 2025 produksi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) bisa mencapai 40 juta ton setahun.

Oleh karena itu, Joko menambahkan, lambannya pembukaan lahan baru dikhawatirkan akan mengancam pencapaian target itu.

Inpres 10 tahun 2011 mengenai moratorium pembukaan lahan baru di hutan alam primer dan lahan gambut, antara lain bertujuan menjaga kelestarian hutan, daya serap karbon sekaligus mengurangi tingkat pemanasan global yang mempengaruhi perubahan iklim dunia.
(T.H016)