Jakarta (ANTARA News) - Seorang kritikus musik, George Graham, menulis di blognya,"Banyak artis yang memiliki kemewahan dalam mencipta musik indah dan laku jual, tapi suara artis itu sebenarnya tak menjual".

Graham menyebut salah satu dari artis itu adalah Gordon Matthew Thomas Sumner atau Sting. Mungkin Sting seperti itu, tetapi vokalnya justru menjadi satu di antara banyak kelebihan yang mengantarkan Sting ke aras tertinggi sukses musiknya.

Andai vokalnya adalah cacatnya pun, Sting masih punya segudang kelebihan yang mampu menutupi celah-celah kekurangannya. Termasuk di antara ini adalah keunikan instrumentalnya, liriknya, bahkan aksi panggungnya.

"Sting telah menulis 20 sampai 24 lagu menakjubkan yang amat sangat khas Sting," kata dramawan peraih Pulitzer, Brian Yorkey, seperti dikutip New York Times. Yorkey ingin mengatakan musik Sting tak tertirukan.


Musisi kelahiran Newscastle, Inggris, tahun 1951 ini adalah juga satu dari sedikit makhluk seni yang tubuh musiknya dililit keabadian. Keabadian itu tercipta dari kenyaris-sempurnaan komposisi musiknya dan kemendalaman makna karyanya.

Ada yang bilang, lirik-lirik Sting cenderung gelisah. Namun kebanyakan lagu-lagunya justru memuat lirik-lirik cerdas nan puitis, namun nyata, laksana stanza-stanza yang dihidupkan ayun langkah manusia.

Yang lainnya bilang, level musik Sting terus meningkat karena komposisi musiknya makin canggih. Dia juga seorang eklektis yang gemar memasukkan banyak unsur pada musiknya sehingga menarik secara komersial, sekaligus menyeret penggemarnya masuk ke pusaran dunia musik kreatif ciptaannya.

Pahami dunia

Keistimewaannya dalam meracik musik canggih dan kepekaan popnya membuat dia menjadi anugerah, sekaligus memperkaya dunia musik. Kepiawaiannya mengawinkan musik dengan banyak sentuhan, termasuk jazz, berbuah banyak anugerah termasuk 9 Grammy selama karir solonya.

Sementara kemampuannya dalam mencipta musik indah namun komersil, telah memperluas ruang bagi berkembangnya musik pop berkualitas.

Popularitas mantan pentolan band pop-rock-punk The Police yang ngetop pada 1980-an ini kian menjulang setelah pindah berkarir solo, tak lama setelah The Police bubar pada 1984.

Dia lalu menghasilkan sepuluh album studio, dari "The Dream of the Blue Turtles" pada 1985, sampai "Symphonicities" pada 2010.

Dia juga memengaruhi corak-corak musik masa kemudian, seinspiratif lirik-lirik lagunya yang serius, kritis, dan puitis itu.

Dia sukses dari bagaimana musik digubah dan dari bagaimana pasar takluk menjualkan musiknya, seperti pada lagu-lagu dalam album "The Soul Cages" dan "Brand New Day".

Sting tahu bahwa bisnis musik, seperti musik itu sendiri, senantiasa menelurkan formula-formula. Tapi dia juga tahu penonton cenderung menyukai apa yang diintiminya.

Dia paham dua realitas ini dan dia nikahkan formula-formula inovatif musiknya dengan musik yang audiens akrabi. Dia tak hanya sukses mempertahankan keluwesannya dalam mengeskplorasi musik, namun juga menghela kereta estetis jiwa penggemarnya untuk bersama dengannya mengarungi buana musik berkualitas.

"Dia menarik banyak kalangan. Dia tahu apa yang dijualnya, (yaitu) romansa dan kelembutan, yang menyasar audiens matang nan percaya diri," kata Jim Fusilli, kritikus musik rock Wall Street Journal.

Tetap positif

Selain karimastis, mempesona dan sinis, Sting juga piawai berkata bijak.

Resapilah lirik pada lagu-lagu "Fragile", "Shape of My Heart", "Fields of Gold", "Seven Days", "Desert Rose", "Englishman in New York", "If You Love Somebody Set Them Free", "We Work The Black Seam", atau lainnya.

Nikmati pula musiknya yang bisa menghentak tanpa alpa harmoni, tapi juga bisa lembut syahdu namun elegan.

Hampir semua albumnya memasukkan lagu-lagu yang tercipta dan populer pada tahun-tahun yang lewat, tapi ini bukan berarti Sting tidak menatap ke depan. "Aku suka momentum ke depan," kata dia, sehari setelah show pada tur "Back to Bass” di Roseland Ballroom, New York, November 2011.

Namun dia tahu, dia semakin tua dan tak lagi seenerjik dulu. "Aku kira pada beberapa hal aku harus stabil," katanya seperti dikutip Rolling Stone.

Di Roseland itu, dia mencabik bass elektrik dan melantunkan sejumlah lagu, dari "All This Time" sampai "Never Coming Home".

Di situ, dia bersenandung tanpa keyboard, tapi dia malah jadi kian kreatif. "Aku kira seni kadang berkembang di tengah keterbatasan. Tak ada keyboard, berarti ada banyak frekuensi kosong, tapi di sisi lain itu (mendorong untuk) lebih kreatif," katanya.

Penonton sendiri menyambut musik kreatifnya itu. Sting pun puas melihat khalayak tetap positif kepadanya. Akankah respons positif itu juga muncul Sabtu esok di Ancol, Jakarta?

(*)