Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dan DPR sebaiknya mendengarkan tuntutan para demonstran dari Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di depan Gedung DPR/MPR RI Jakarta, Jumat.

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI Marwan Ja'far mengemukakan hal itu dalam penjelasan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Menurut Marwan, ribuan perangkat desa (Perdes) menghendaki diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sementara kepala desa (Kades) menginginkan masa jabatannya diperpanjang menjadi delapan tahun.

Selain itu, mereka menuntut alokasi anggaran 10 persen dari APBN untuk membangun desa.

"Saya menyarankan kepada pemerintah dan Pansus RUU Desa untuk mendengar, memperhatikan dan mempertimbangkan aspirasi mereka yang berada di luar gedung parlemen. Maka lakukan pertemuan dan dialog, agar masalah ini menemukan solusi yang cerdas, lalu dimasukan dalam RUU Desa," katanya.

Marwan menyatakan pihaknya memahami keinginan maupun desakan Perdes. Pasalnya, mereka adalah ujung tombak pembangunan negara, abdi pemerintah di level paling bawah serta abdi masyarakat, dimana jam kerjanya hampir tidak mengenal waktu. Sayangnya, beban kerja Perdes tidak sebanding dengan penghasilan yang diperolehnya.

Anggota Komisi V DPR itu menegaskan, FPKB DPR sejak awal sudah mendorong revisi RUU Desa.

"FPKB juga jauh-jauh hari sudah mengusulkan pengalokasian dana desa sebesar 10 persen, Perdes diusulkan diangkat jadi PNS, masa jabatan Kades delapan tahun dan mendorong Badan Usaha Desa menjadi perseroan. Ini terus kita perjuangkan melalui wakil-wakil FPKB di Pansus Desa. Jadi, pembelaan FPKB terhadap eksistensi pembangunan desa, Perdes maupun Kades sangat jelas dan tidak perlu ragukan lagi," tandas Marwan.

Di sisi lain, dia meminta kepada ribuan perangkat desa dan kepala desa agar menyampaikan aspirasi secara tertib, damai, mematuhi aturan yang berlaku, dan tidak berbuat anarkis.

"Demo boleh saja, karena itu bagian dari dinamika demokrasi dan dijamin undang-undang. Hanya saja, menyampaikan aspirasi jangan sampai merusak fasilitas umum dan mengganggu kepentingan orang lain," demikian Marwan Ja'far.(*)