Jakarta (ANTARA) -
Komisi II DPR RI menyetujui dua rancangan peraturan komisi pemilihan umum (RPKPU) masing-masing terkait pencalonan anggota DPR dan DPRD, serta mengenai pencalonan perseorangan peserta pemilu anggota DPD.

"Komisi II DPR RI bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyetujui RPKPU sebagai berikut Rancangan PKPU tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta Rancangan PKPU tentang Perubahan Kedua PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD,” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Hal tersebut merupakan hasil kesimpulan dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI dengan KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Meskipun begitu, lanjut Junimart, KPU RI perlu memperhatikan masukan-masukan dari anggota Komisi II DPR RI, Kemendagri, Bawaslu, dan DKPP RI terkait dengan beberapa materi yang dimuat dalam RPKPU tersebut.

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari telah memaparkan sejumlah hal yang diatur lembaganya dalam dua RPKPU itu, di antaranya dalam RPKPU terkait pencalonan anggota DPR dan DPRD, tahapan pencalonan meliputi pengajuan bakal calon, verifikasi administrasi, penyusunan daftar calon sementara, dan penetapan daftar calon tetap.

Berikutnya mengenai RPKPU tentang Perubahan Kedua PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD, KPU memberikan penambahan syarat bakal calon anggota DPD, sebagaimana ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.

Syarat tersebut di antaranya adalah bakal calon tidak pernah menjadi terpidana, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelaku mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.

Kedua, mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang kepada publik.