DPD: BPK harus atasi kerugian keuangan negara sebelum proses hukum
12 April 2023 14:44 WIB
Tangkapan virtual Anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jimly Asshiddiqie dalam Pelaksanaan Uji Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Anggota BPK RI, Jakarta, Selasa (11/4). ANTARA/M. Baqir Idrus Alatas
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Jimly Asshiddiqie menyampaikan bahwa proses penyelesaian kerugian keuangan negara harus dibereskan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlebih dahulu sebelum dibawa ke ranah hukum.
“BPK ini kan bagian dari proses penyelesaian kerugian keuangan negara. Jadi kalau ada keuangan negara, itu harus dibereskan oleh BPK sebelum dibawa ke ranah tindakan hukum. Jadi hukum itu harus ultimum remedium, upaya paling terakhir,” ucap dia dalam Pelaksanaan Uji Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Anggota BPK RI pada Selasa (11/4) yang dipantau secara virtual, Jakarta, Rabu.
Menurut Jimly, BPK harus bisa melakukan penyelesaian kerugian keuangan negara supaya para pejabat yang terlibat dalam proses merugikan negara tidak masuk penjara.
Artinya, pejabat yang bertanggung jawab diminta untuk mengembalikan kerugian tersebut. Jika tidak dikembalikan, lanjut dia, maka barulah pejabat terkait diproses secara hukum.
“Nah, yang saya ingin tahu, berapa banyak orang sudah masuk penjara gara-gara temuan BPK? Jangan-jangan tidak ada pula. Bukan karena ultimum remedium, tapi tidak dikerjakan,” kata Jimly.
Dalam kesempatan yang sama, dia mengingat para Calon Anggota BPK agar tidak sekedar mengetahui teknis auditing mengingat posisi yang diincar mereka memerlukan pemahaman tentang objek pemeriksaan keuangan negara.
Pakar Hukum Tata Negara tersebut menanyakan apakah keuangan publik seperti dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) atau biaya perkara di pengadilan dapat menjadi obyek pemeriksaan BPK mengingat uang tersebut milik publik, bukan milik negara. Namun, tetap dalam pengertian bahwa ada sejumlah keuangan publik yang juga masuk kategori kekayaan negara.
“Uang itu kan tujuannya kekayaan, jadi memeriksa kekayaan negara (ada) banyak sekali. Memang namanya Badan Pemeriksa Keuangan, tapi kan bisa saja wawasan kita, kita perkembangkan menjadi Badan Pemeriksa Kekayaan Negara. Banyak sekali kekayaan negara yang tidak tercatat, (uang publik), dan itu maknanya masuk dalam pengertian kekayaan negara dalam arti luas,” ungkapnya.
Dia menganggap ada banyak sekali kekayaan negara, termasuk di yayasan-yayasan swasta atau dana-dana di luar Anggaran Pendapatan Negara (APBN).
“Pada zaman Orde Baru, semua badan-badan seperti BI (Bank Indonesia), TNI, Polri, pasti punya yayasan. Tanah-tanah yang ditempati itu tanah negara tadinya, diubah menjadi tanah yayasan, lalu jadi swasta, lama-lama jadi pribadi. Nah, yang kayak-kayak begitu tuh bagaimana mengauditnya,” ujar Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Sebagai informasi, ada tiga calon anggota BPK yang mengikuti kegiatan Pelaksanaan Uji Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Anggota BPK RI. Mulai dari Laode Nusriadi, Imam Nashirudin, dan Andi Muhammad Yuslim Patawari.
“BPK ini kan bagian dari proses penyelesaian kerugian keuangan negara. Jadi kalau ada keuangan negara, itu harus dibereskan oleh BPK sebelum dibawa ke ranah tindakan hukum. Jadi hukum itu harus ultimum remedium, upaya paling terakhir,” ucap dia dalam Pelaksanaan Uji Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Anggota BPK RI pada Selasa (11/4) yang dipantau secara virtual, Jakarta, Rabu.
Menurut Jimly, BPK harus bisa melakukan penyelesaian kerugian keuangan negara supaya para pejabat yang terlibat dalam proses merugikan negara tidak masuk penjara.
Artinya, pejabat yang bertanggung jawab diminta untuk mengembalikan kerugian tersebut. Jika tidak dikembalikan, lanjut dia, maka barulah pejabat terkait diproses secara hukum.
“Nah, yang saya ingin tahu, berapa banyak orang sudah masuk penjara gara-gara temuan BPK? Jangan-jangan tidak ada pula. Bukan karena ultimum remedium, tapi tidak dikerjakan,” kata Jimly.
Dalam kesempatan yang sama, dia mengingat para Calon Anggota BPK agar tidak sekedar mengetahui teknis auditing mengingat posisi yang diincar mereka memerlukan pemahaman tentang objek pemeriksaan keuangan negara.
Pakar Hukum Tata Negara tersebut menanyakan apakah keuangan publik seperti dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) atau biaya perkara di pengadilan dapat menjadi obyek pemeriksaan BPK mengingat uang tersebut milik publik, bukan milik negara. Namun, tetap dalam pengertian bahwa ada sejumlah keuangan publik yang juga masuk kategori kekayaan negara.
“Uang itu kan tujuannya kekayaan, jadi memeriksa kekayaan negara (ada) banyak sekali. Memang namanya Badan Pemeriksa Keuangan, tapi kan bisa saja wawasan kita, kita perkembangkan menjadi Badan Pemeriksa Kekayaan Negara. Banyak sekali kekayaan negara yang tidak tercatat, (uang publik), dan itu maknanya masuk dalam pengertian kekayaan negara dalam arti luas,” ungkapnya.
Dia menganggap ada banyak sekali kekayaan negara, termasuk di yayasan-yayasan swasta atau dana-dana di luar Anggaran Pendapatan Negara (APBN).
“Pada zaman Orde Baru, semua badan-badan seperti BI (Bank Indonesia), TNI, Polri, pasti punya yayasan. Tanah-tanah yang ditempati itu tanah negara tadinya, diubah menjadi tanah yayasan, lalu jadi swasta, lama-lama jadi pribadi. Nah, yang kayak-kayak begitu tuh bagaimana mengauditnya,” ujar Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Sebagai informasi, ada tiga calon anggota BPK yang mengikuti kegiatan Pelaksanaan Uji Kepatutan (Fit and Proper Test) Calon Anggota BPK RI. Mulai dari Laode Nusriadi, Imam Nashirudin, dan Andi Muhammad Yuslim Patawari.
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2023
Tags: