New York (ANTARA) - Harga minyak naik sekitar dua persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), di tengah harapan bahwa Federal Reserve akan mengurangi pengetatan kebijakannya setelah laporan inflasi utama AS minggu ini, serta berkat melemahnya dolar dan ekspektasi jinak pada data persediaan mingguan minyak AS.

Minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei terangkat 1,79 dolar AS atau 2,24 persen, menjadi menetap di 81,53 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni, menguat 1,43 dolar AS atau 1,70 persen, menjadi ditutup di 85,61 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, turun sekitar 0,4 persen pada Selasa (11/4), memberikan dukungan untuk harga aset-aset berdenominasi dolar AS.

Investor lebih optimis bahwa Federal Reserve AS semakin dekat untuk mengakhiri siklus kenaikan suku bunga, membuat minyak yang dihargai dalam dolar lebih murah bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.

Baca juga: Minyak naik di Asia karena ekspektasi stimulus China, dolar melemah

Prospek Fed menaikkan suku bunga acuan hanya sekali lagi dan dalam kenaikan 25 basis poin merupakan titik awal yang berguna, tetapi jalur kebijakan bank sentral akan bergantung pada data yang masuk, Presiden Fed New York John Williams mengatakan pada Selasa (11/4).

Laporan inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu waktu setempat diharapkan dapat membantu investor mengukur lintasan jangka pendek untuk suku bunga.

Minyak WTI mendapatkan momentum kenaikan karena para pedagang fokus pada mundurnya dolar AS, kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire, pada Selasa (11/4).

Persediaan minyak mentah komersial AS turun sekitar 1,3 juta barel dalam pekan yang berakhir 7 April, menurut survei oleh Reuters pada lima analis industri. Badan Informasi Energi AS (EIA) dijadwalkan akan merilis data persediaan minyak mingguannya pada Rabu.

Harga minyak mentah mempertahankan kenaikan sebelumnya setelah laporan prospek energi jangka pendek oleh EIA tidak mengandung guncangan produksi besar-besaran dan peningkatan permintaan yang stabil selama beberapa tahun ke depan, kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.

Baca juga: Minyak naik tipis di sesi Asia dipicu rencana pemotongan pasokan OPEC+

Namun, data dari China menunjukkan inflasi konsumen pada Maret naik pada laju paling lambat sejak September 2021, menunjukkan pelemahan permintaan berlanjut dalam pemulihan ekonomi yang tidak merata.

Konsumsi bahan bakar cair global akan meningkat sebesar 1,4 juta barel per hari pada 2023 dan sebesar 1,8 juta barel per hari pada 2024, menurut laporan prospek energi jangka pendek terbaru yang dikeluarkan pada Selasa (11/4) . Prakiraan tidak berubah dari laporan bulanan sebelumnya.