"Ini sudah menjelang lampu merah untuk pulau Jawa," kata Haryadi di Sekolah Pascasarjana Unpad, Bandung, Selasa malam.
Dengan kritisnya tutupan hutan di Pulau Jawa, kata Haryadi yang merupakan Senior Assosiate Sustainitiate itu, juga akan berefek pada sulit dilanjutkannya pembangunan nasional.
"Sebagai solusinya, pemerintah harus mampu membangun jejaring, jangan bertindak sebagai eksekutor saja tapi harus bangun jejaring untuk penanggulangannya dengan memperhatikan pada krisis lingkungan," tutur dia.
Baca juga: Melindungi macan tutul dari ancaman kepunahan di Meru Betiri
Baca juga: Perhutani siap berkontribusi aktif wujudkan dekarbonisasi di Indonesia
Hal senada juga diungkapkan oleh Deputy Director Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta Agus Setyarso yang mengatakan bahwa dengan kritisnya tutupan hutan, artinya keberlanjutan pembangunan juga kritikal.
"Sekarang ini bisa dikatakan ketika dukungan lingkungan kritikal, pembangunan nasional ataupun wilayah kita itu tidak berkelanjutan, dan itu berat karena banyak aspek yang akan terpengaruh," ucapnya.
Namun demikian, kata Agus, beberapa daerah telah merespon kekritisan tersebut, seperti Kabupaten Bandung yang berdasarkan laporan di lapangan telah ada tim khusus tahun 2021 untuk percepatan pembangunan dan pengelolaan DAS terpadu yang berbasis DAS mikro, dan berbasis delineasi desa.
"Indikatornya adalah runoff, kualitas air, keanekaragaman hayati, sampah, komunitas/sosial, tidak menebang terutama di Kawasan Lindung dalam artian memanfaatkan hasil hutan bukan kayu," ucapnya.
Pemerintah Kabupaten Bandung juga, kata dia, kini aktif mendorong masyarakat menanam pohon setelah banjir terus menerus menerjang kawasan tersebut.
"Tetapi usaha itu harus didukung dengan basis kesejahteraan dan basis keyakinan (agama)," ujarnya.
Sebagai solusi, program itu harus dilaksanakan dengan tahapan dan tidak bisa memaksa masyarakat.
Baca juga: Jawa Tengah pulihkan 251.037 hektare lahan dan hutan sejak 2014
Baca juga: 90 persen hutan mangrove di Pantura Jabar rusak