Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Agus Martowardojo meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengkaji biaya keseluruhan proyek Mass Rapid Transport (MRT) agar tidak terlalu membebani APBN maupun APBD.
"Yang harus dilihat adalah `project cost`nya, wajar atau tidak," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Menurut Menkeu, pengkajian kembali atas kelayakan harga tanah serta nilai keseluruhan MRT tersebut lebih penting, daripada membahas porsi beban biaya pinjaman sebagai sumber pendanan proyek ini.
"Jangan yang dibicarakan adalah ditanggung oleh pusat berapa, ditanggung oleh daerah berapa, karena ini semua yang menanggung rakyat," katanya.
Menkeu menjelaskan kesepakatan mengenai beban pinjaman tersebut telah disetujui pada 2005, dan oleh sebab itu tidak mungkin untuk mengubah skema dengan mudah.
"Kita tidak bisa mengubah komposisi berdasarkan orasi, ini harus dikaji dengan baik," ujarnya.
Saat ini beban biaya dari pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar 42 persen ditanggung oleh pemerintah pusat serta diwujudkan dalam bentuk hibah kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sedangkan 58 persen dari sumber pendanaan tersebut dialokasikan sebagai penerusan pinjaman kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Gubernur Joko Widodo mengajukan skema kepada Menkeu sebanyak 70 persen merupakan hibah dan 30 persen akan ditanggung oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar tiket MRT dapat lebih murah.
Menkeu pun mengatakan, dengan skema pembiayaan sekarang, tiket MRT yang mencapai kisaran Rp35.000 dirasakan terlalu mahal dan dapat membebani konsumen.
Untuk itu, dia menyambut baik usulan pertemuan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Bappenas serta Kementerian Koordinator Perekonomian untuk membahas kelanjutan proyek MRT.
"Saya dukung inisiatif Gubernur untuk mereview MRT, karena MRT harus kita bangun, tapi harga yang wajar harus dilihat," ujar Menkeu. (S034/A026)
Menkeu: biaya proyek MRT harus wajar
13 Desember 2012 07:00 WIB
Menkeu Agus Martowardojo (ANTARA)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2012
Tags: