DPR tak yakin data dugaan TPPU milik Mahfud dan Sri Mulyani sama
11 April 2023 20:05 WIB
Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basri dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Kepala PPATK dan Komite KNPP TPPU di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/4/2023). ANTARA/Narda Margaretha Sinambela
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basri tidak yakin adanya kesamaan data dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dipaparkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Kalau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Laporan Hasil Analisis (LHA), kalau Kementerian Keuangan surat. Ini juga berbeda, tadi ternyata tidak seluruhnya LHA," kata Tobas saat Rapat Kerja (Raker) di DPR RI, Selasa.
Ia melanjutkan, "Kalau yang saya tangkap dari Ibu Sri Mulyani berarti itu mesti kami koreksi. Jadi, 300 LHA dengan jumlah Rp349 triliun. Datanya sama karena sumbernya sama, memang itu tidak pernah dipermasalahkan memang tidak ada yang mempermasalahkan bahwa itu berbeda karena memang satu sumber."
Menurut dia, hal tersebut terjadi akibat cara penyajian dan kategorisasi yang berbeda sehingga data yang dihasilkan juga akan berbeda.
"Kalau masuk kategori A ternyata nilainya X, kategori B nilainya Y, berbeda dengan yang ini kategori Z nilainya M, kategori Q nilainya S begitu. Langkah selanjutnya pasti beda," kata dia.
Untuk itu, dia mengimbau agar jangan sampai ada perbedaan data sebab pendalaman data terkait dengan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu bertujuan untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Kenapa kemudian cara penyajian dan klasifikasi kategorisasi ini menjadi penting untuk kami pastikan sama persis tidak ada kurang 0,1 pun. Ini akan menentukan tindak lanjut karena 'kan kita rapat ini bicara untuk tindak lanjut," katanya.
Tobas juga meminta adanya data akhir yang sudah disinkronkan. Hal ini dinilai akan menjadi landasan dalam mengambil langkah selanjutnya.
"Kami memohon agar kami mendapatkan satu kepastian penyajian dan kategorisasi data yang ini harus bisa menjadi pegangan kami untuk tindak lanjut," ucap Tobas.
Selain itu, dia juga meminta agar istilah LHA dan surat yang digunakan oleh PPATK dan Kemenkeu disinkronkan. Kedua istilah ini, kata dia, juga dapat membuat perbedaan pada hasil akhirnya.
"Saya berikan masukan karena tadi ada dua istilah berbeda yang nanti akan berujung berbeda. Ini koreksi kalau saya keliru, ya, antara penggunaan istilah LHA dan surat. Menurut keterangan Sri Mulyani tidak seluruhnya LHA, dalam tabel ini disebutnya LHA. Kami kategorikan mana yang memang LHA, mana yang dia surat dalam bentuk analisis transaksi karena berbeda," imbuhnya.
Baca juga: Komisi III segera bahas hak angket selidiki transaksi janggal Kemenkeu
Baca juga: Pakar usulkan Mahfud rekonsiliasi dengan Kemenkeu dan PPATK soal data
"Kalau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Laporan Hasil Analisis (LHA), kalau Kementerian Keuangan surat. Ini juga berbeda, tadi ternyata tidak seluruhnya LHA," kata Tobas saat Rapat Kerja (Raker) di DPR RI, Selasa.
Ia melanjutkan, "Kalau yang saya tangkap dari Ibu Sri Mulyani berarti itu mesti kami koreksi. Jadi, 300 LHA dengan jumlah Rp349 triliun. Datanya sama karena sumbernya sama, memang itu tidak pernah dipermasalahkan memang tidak ada yang mempermasalahkan bahwa itu berbeda karena memang satu sumber."
Menurut dia, hal tersebut terjadi akibat cara penyajian dan kategorisasi yang berbeda sehingga data yang dihasilkan juga akan berbeda.
"Kalau masuk kategori A ternyata nilainya X, kategori B nilainya Y, berbeda dengan yang ini kategori Z nilainya M, kategori Q nilainya S begitu. Langkah selanjutnya pasti beda," kata dia.
Untuk itu, dia mengimbau agar jangan sampai ada perbedaan data sebab pendalaman data terkait dengan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu bertujuan untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Kenapa kemudian cara penyajian dan klasifikasi kategorisasi ini menjadi penting untuk kami pastikan sama persis tidak ada kurang 0,1 pun. Ini akan menentukan tindak lanjut karena 'kan kita rapat ini bicara untuk tindak lanjut," katanya.
Tobas juga meminta adanya data akhir yang sudah disinkronkan. Hal ini dinilai akan menjadi landasan dalam mengambil langkah selanjutnya.
"Kami memohon agar kami mendapatkan satu kepastian penyajian dan kategorisasi data yang ini harus bisa menjadi pegangan kami untuk tindak lanjut," ucap Tobas.
Selain itu, dia juga meminta agar istilah LHA dan surat yang digunakan oleh PPATK dan Kemenkeu disinkronkan. Kedua istilah ini, kata dia, juga dapat membuat perbedaan pada hasil akhirnya.
"Saya berikan masukan karena tadi ada dua istilah berbeda yang nanti akan berujung berbeda. Ini koreksi kalau saya keliru, ya, antara penggunaan istilah LHA dan surat. Menurut keterangan Sri Mulyani tidak seluruhnya LHA, dalam tabel ini disebutnya LHA. Kami kategorikan mana yang memang LHA, mana yang dia surat dalam bentuk analisis transaksi karena berbeda," imbuhnya.
Baca juga: Komisi III segera bahas hak angket selidiki transaksi janggal Kemenkeu
Baca juga: Pakar usulkan Mahfud rekonsiliasi dengan Kemenkeu dan PPATK soal data
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023
Tags: