Anggota Komisi VII DPR dorong sinkronisasi kebijakan penggunaan migas
11 April 2023 14:18 WIB
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin menyampaikan pendapat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM dan Dirjen IKFT Kementerian Perindustrian yang dipantau secara virtual di Jakarta, Selasa (11/4/2023). (ANTARA/Imamatul Silfia)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mendorong adanya sinkronisasi kebijakan terkait penggunaan minyak dan gas bumi (migas) untuk mengoptimalkan hilirisasi industri di dalam negeri.
“Kita punya gas melimpah tetapi sektor industri kesulitan untuk mendapatkan gas, baik untuk energi maupun untuk bahan baku. Jadi, ini yang harus disinkronkan di dalam pemerintah, sementara kita mendorong hilirisasi dan juga industri-industri pionir,” kata Mukhtarudin secara virtual di Jakarta, Selasa.
Menurut Mukhtarudin, kebijakan pemanfaatan migas di Indonesia belum komprehensif dan menyentuh secara substantif. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak parsial dan terintegrasi antara tiap kementerian terkait.
Mukhtarudin meminta pemerintah untuk menyusun peta jalan (road map) besar yang menghubungkan dan menyesuaikan (link and match) dunia industri dengan pasokan migas. Dengan begitu, sumber daya migas yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber kekuatan yang bisa menggerakkan perekonomian dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Guna mewujudkan hal tersebut, lanjut Mukhtarudin, pemerintah bisa memulai dengan menyelesaikan Rancangan Pengaturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Migas agar implementasinya dapat dipercepat.
“Tentang Rancangan Pengaturan Pemerintah atau RPP, saya kira ini prosesnya tolong nanti disampaikan ke kita seperti apa. Kalau memang itu jawaban yang bagus untuk memperbaiki situasi ini, percepatan RPP-nya harus segera dilakukan,” ujar Mukhtarudin.
Di sisi lain, Mukhtarudin juga menyinggung peran Kementerian Keuangan dalam kebijakan pemanfaatan migas. Mukhtarudin berpendapat Menteri Keuangan Sri Mulyani cenderung tak melihat efek berganda (multiplier effect) dari penggunaan migas karena lebih memperhatikan pengaruh Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) terhadap berkurangnya pendapatan negara. Sementara, keuntungan dari hilirisasi industri bukan hal yang dapat dirasakan dalam kurun waktu singkat.
"Memang tidak diterima hari ini, berkurang dulu pendapatan. Tetapi, dampaknya nanti kan ada. Itu juga harus dihitung, sehingga Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan dari sisi pendapatan kalau memang hilirisasi berjalan optimal," jelas Mukhtarudin.
Baca juga: PHE genjot eksplorasi hulu migas jaga ketahanan energi nasional
Baca juga: SKK Migas pastikan kegiatan "lifting" minyak di Kilang Dumai aman
“Kita punya gas melimpah tetapi sektor industri kesulitan untuk mendapatkan gas, baik untuk energi maupun untuk bahan baku. Jadi, ini yang harus disinkronkan di dalam pemerintah, sementara kita mendorong hilirisasi dan juga industri-industri pionir,” kata Mukhtarudin secara virtual di Jakarta, Selasa.
Menurut Mukhtarudin, kebijakan pemanfaatan migas di Indonesia belum komprehensif dan menyentuh secara substantif. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak parsial dan terintegrasi antara tiap kementerian terkait.
Mukhtarudin meminta pemerintah untuk menyusun peta jalan (road map) besar yang menghubungkan dan menyesuaikan (link and match) dunia industri dengan pasokan migas. Dengan begitu, sumber daya migas yang dimiliki negara dapat dioptimalkan untuk menjadi sumber kekuatan yang bisa menggerakkan perekonomian dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat.
Guna mewujudkan hal tersebut, lanjut Mukhtarudin, pemerintah bisa memulai dengan menyelesaikan Rancangan Pengaturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Migas agar implementasinya dapat dipercepat.
“Tentang Rancangan Pengaturan Pemerintah atau RPP, saya kira ini prosesnya tolong nanti disampaikan ke kita seperti apa. Kalau memang itu jawaban yang bagus untuk memperbaiki situasi ini, percepatan RPP-nya harus segera dilakukan,” ujar Mukhtarudin.
Di sisi lain, Mukhtarudin juga menyinggung peran Kementerian Keuangan dalam kebijakan pemanfaatan migas. Mukhtarudin berpendapat Menteri Keuangan Sri Mulyani cenderung tak melihat efek berganda (multiplier effect) dari penggunaan migas karena lebih memperhatikan pengaruh Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) terhadap berkurangnya pendapatan negara. Sementara, keuntungan dari hilirisasi industri bukan hal yang dapat dirasakan dalam kurun waktu singkat.
"Memang tidak diterima hari ini, berkurang dulu pendapatan. Tetapi, dampaknya nanti kan ada. Itu juga harus dihitung, sehingga Kementerian Keuangan juga mempertimbangkan dari sisi pendapatan kalau memang hilirisasi berjalan optimal," jelas Mukhtarudin.
Baca juga: PHE genjot eksplorasi hulu migas jaga ketahanan energi nasional
Baca juga: SKK Migas pastikan kegiatan "lifting" minyak di Kilang Dumai aman
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Sella Panduarsa Gareta
Copyright © ANTARA 2023
Tags: