Jakarta (ANTARA News) - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai lokomotif ekonomi dinilai masih memiliki kemampuan untuk meningkatkan kontribusi kepada negara asalkan transformasi yang dilakukan berkesinambungan, menghilangkan inefisiensi, dan bekerjasama dengan instansi negara.

"Dengan transformasi, penerapan efisiensi, dan bekerja sama dengan institusi negara lainnya BUMN akan sangat mampu untuk meningkatkan peranannya sebagai penyumbang pendapatan bagi APBN," kata Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ismet Hasan Putro, saat berbicara pada seminar nasional "BUMN dan Kampanye Antikorupsi", di Jakarta, Selasa.

Selain Ismet, seminar yang diselenggarakan Perum LKBN ANTARA itu, juga menghadirkan pembicara lain seperti Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, Kepala Biro Hukum Kementerian BUMN Hambra, Anggota Komisi VI-DPR Ferrari Roemawi, dan Koordinator ICW Bidang Investigasi Agus Sunaryanto.

Menurut Ismet, kontribusi BUMN terhadap APBN sesungguhnya masih relatif kecil tercemin laba BUMN yang masih belum sejalan dengan pendapatan bisnis seluruh perusahaan.

Berdasarkan data Kementerian BUMN, aset 141 BUMN saat ini mencapai sekitar Rp3.000 triliun, dan hanya menghasilkan laba senilai Rp120 triliun di tahun 2011, adapun setoran dalam bentuk deviden baru mencapai sekitar Rp30 triliun.

"Laba BUMN itu masih kecil atau kurang dari lima persen. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan perusahaan milik negara masih belum maksimal. Kalau lima persen saja laba BUMN maka setidaknya akan diperoleh sekitar Rp150 triliun. Ini seharusnya bisa digenjot hingga minimal 10 persen," tegasnya.

Ia menjelaskan, transformasi yang dilakukan pemerintah terhadap BUMN belum menunjukkan hasil yang memuaskan karena banyak perusahaan milik negara yang dalam kesehariannya tidak efisien sehingga hanya menimbulkan pemborosan yang tidak perlu.

"Semua pihak menginginkan BUMN tersebut harus terhindar praktik korupsi dan intervensi dari luar perusahaan. Namun kenyataannya upaya untuk membersihkan BUMN belum mencapai hasil memuaskan," ujarnya.

Ismet yang belakangan gencar melaporkan kepada Badan Kehormatan DPR-RI adanya indikasi permintaan upeti dari oknum DPR kepada RNI, mengatakan, bahwa inefisiensi terjadi di hampir semua BUMN.

"Saya sendiri menemukan bahwa pemborosan telah terjadi di RNI. Sebelumnya, direksi ketika ke luar daerah selalu menggunakan pesawat kelas bisnis, termasuk hotel berbintang lima," ujarnya.

Jika semua pejabat dan direksi BUMN melakukan hal yang sama, diutarakan Ismet, berapa besar pemborosan dana perusahaan untuk keperluan yang tidak mendesak.

Ismet yang baru menduduki kursi nomor satu di RNI sejak April 2012 ini mengakui, ketika mulai menjabat dirinya langsung melakukan pembenahan termasuk terhadap 15 anak usaha RNI.

"Hampir 57 orang direksi dan komisaris saya ganti tidak ada penolakan. Karena yang tempatkan sebagai pengganti merupakan orang yang lebih kredibel, integritas bagus dan kompetensi yang mumpuni," ujar Ismet.

Ditegaskannya, pengawasan, efisiensi dan disusul dengan pergantian direksi dan pejabat pada anak usaha tersebut membuahkan hasil yang langsung dapat terlihat yaitu meningkatkan kinerja keuangan perseroan.

"Jika pada tahun 2011 RNI masih mencatat kerugian, maka pada akhir tahun 2012 kami proyeksikan laba bersih bisa mencapai sekitar Rp400 miliar. Ini merupakan laba terbesar sepanjang sejarah 47 tahun berdirinya RNI," ujarnya.

Untuk itu ditambahkan Ismet, dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN secara keseluruhan, setidaknya tiga hal yang harus dijalankan pemerintah yaitu, mengatasi intervensi terhadap BUMN, yaitu penerapan key performance indek (KPI) bagi direksi, evaluasi Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), dan pengawasan dari Kementerian BUMN.

"Pengawasan dari Kementerian BUMN tidak boleh luput. Kalau ini tidak dijalankan maka akan menjadi awal dari kesemrawutan BUMN," tegasnya.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah dari sisi direksi BUMN bersangkutan.

"Direksi maupun pejabat BUMN seharusnya memiliki integritas dan moralitas, dan menempatkan jabatan yang diembannya sebagai amanah," ujar Ismet.
(R017/R010)