Tulungagung (ANTARA News) - Ratusan ekor itik di Desa Bendo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mati mendadak dengan gejala penyakit mirip flu burung.

"Itik adalah jenis unggas yang tahan penyakit, dibanding burung atau ayam. Tapi penyakit yang satu ini sangat ganas dan mematikan banyak itik," tutur Suradi, salah seorang warga Desa Bendo menceritakan wabah misterius yang menyerang ternak itiknya, Selasa.

Diceritakannya, wabah misterius tersebut menyerang itik-itiknya sejak empat hari lalu. Unggas yang biasa hidup berkoloni ini awalnya diketahui mengalami gejala sakit yang tidak pernah terjadi sebelumnya, lalu mati dalam waktu tidak sampai satu jam berselang.

Dari 500 ekor itik yang dipelihara Suradi, dalam tempo empat hari saja sudah 150 ekor yang mati mendadak. Itik-itik itu awalnya kelihatan lemas, matanya seperti kena katarak, leher kaku bahkan kepalanya sampai muntir, ambruk dan kemudian mati mendadak.

"Setiap itik yang terserang, kelihatan diam dan tidak nafsu makan. Sudah coba diberi obat-obatan yang biasa digunakan untuk ayam, tapi juga tidak bisa menyembuhkan," tambahnya.

Selain dirinya, lanjut Suradi, di Desa Bendo terdapat 20 peternak itik yang mempunyai peliharaan antara 300 ekor hingga 500 ekor per orang. Namun karena serangan penyakit misterius ini, Suradi memperkirakan sepertiga dari populasi itik di desanya mati.

"Tidak hanya itik milik saya, tapi peternak lain juga mengalami nasib serupa. Kalau dihitung, mungkin sepertiga itik kami yang sudah mati karena penyakit aneh tersebut," katanya.

Akibat penyakit ini para peternak mengalami kerugian, sebab harga jual itik dewasa siap betelur di pasaran mencapai Rp50 ribu per ekor.

Di Desa Bendo, ada 20 orang peternak, termasuk Suradi. Mereka rata-rata memelihara antara 300 ekor hingga 500 ekor itik.

"Saya setidaknya sudah rugi Rp7,5 juta. Bagi peternak kecil seperti saya, itu sudah besar," katanya.

Meski sudah menyisihkan bebek yang masih sehat, namun penyakit aneh tersebut masih juga menular. Parahnya lagi, warga belum diberi pengetahuan penanganan flu burung, sehingga mereka memegang unggas-unggas yang mati tersebut tanpa pengaman.

"Yang penting kami tidak menyembelih dan memakan itik yang sakit. Tapi kalau sekedar memegang, kami tetap berani," ujarnya.

Suradi dan pemilik itik lainnya di Desa Bendo berharap, ada tindakan dari Dinas Peternakan. Setidaknya ada penjelasan penyakit yang menyerang unggas warga ini dan cara penanganannya.

Belum ada konfirmasi dari pihak dinas peternakan setempat mengenai fenomena wabah penyakit misterius yang diduga flu burung tersebut.

Suradi maupun peternak itik lain mengaku sudah melaporkan kejadian tersebut ke pemerintah desa setempat untuk diteruskan ke dinas terkait guna dilakukan langkah penanggulangan serta pencegahan. (ANT130)