Armada tempur itu dikerahkan China setelah pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen, yang dianggap separatis oleh Beijing, melakukan kunjungan ke Amerika Serikat.
Nelayan China yang menjaring ikan, udang, dan kepiting telah selama bertahun-tahun bermain kucing-kucingan dengan otoritas Taiwan yang melacak dengan cermat kapal-kapal yang berada dekat garis median Selat Taiwan.
Para warga desa di Pulau Pingtan di Provinsi Fujian, China tenggara --tepat di seberang Taiwan, mengatakan menangkap ikan merupakan mata pencaharian mereka.
Para warga beranggapan perjalanan di laut lebih menakutkan karena China mengadakan latihan militer di selat itu, hanya 160 km pada titik tersempitnya.
"Jika tidak ada ikan masuk jaring saya, keluarga saya kemungkinan mati kelaparan," kata Wang, seorang nelayan berusia 40-an tahun di Desa Dafu, Pingtan. Di desa itu, para leluhurnya telah secara turun temurun menangkap ikan.
Ketika kapal Wang berlayar pada Jumat (7/4) pagi ke area yang berjarak setengah jam dari Pingtan, krunya yang berjumlah 20 membawa pulang tangkapan senilai sekitar tujuh ribu yuan (sekitar 14,9 juta rupiah).
Sebagian besar tangkapan hari itu adalah udang merah dan bawal.
Setiap nelayan mendapatkan sekitar 200 hingga 300 yuan (sekitar 400-650 ribu rupiah), jauh lebih sedikit dari yang dibutuhkan untuk menghidupi keluarga, ujar Wang.
"Diesel semakin mahal, dan biaya hidup meningkat secara signifikan, sementara subsidi pemerintah sedikit seperti setetes air dalam ember," katanya.
China mengadakan latihan di sekitar pulau utama Taiwan pada Sabtu (8/4) sebagai bagian dari latihan yang akan berlangsung hingga Senin (10/4).
Biro Maritim Fujian juga mengumumkan ada latihan menembak di lepas pantai ibu kota Fujian, Fuzhou, serta di Pingtan.
Aktivitas tersebut tidak akan menghentikan nelayan melaut, tetapi ketegangan yang meningkat membuat mereka lebih khawatir untuk mendekati garis median.
"Kami biasa melaut ke perairan terbuka, namun sekarang hanya menangkap ikan dekat pantai, sejak kami tidak diizinkan melewati garis merah," kata nelayan lain bernama Yan.
"Tidak ada gunanya mengambil risiko terkena denda berat," ujar Yan, yang telah selama satu dekade menangkap ikan di selat itu.
Wang mengatakan ia lebih khawatir atas berakhirnya musim menangkap ikan pada 1 Mei.
Penduduk pulau, termasuk dirinya, bergulat untuk memanfaatkan setiap kesempatan berlayar karena mereka harus bersiap menghadapi masa tiga bulan tanpa penghasilan.
"Kami menangkap ikan sejak kami sangat muda, dan akan terus melakukannya sampai kami cukup tua untuk mati, kami tidak punya waktu untuk memikirkan masalah selain masalah kami," ujar Wang.
Garis Median
Pada Sabtu, Taipei mengatakan lebih dari 40 pesawat China melewati "garis median" Selat Taiwan, yang tidak diakui oleh Beijing.
Hubungan yang memburuk antara kedua pihak membuat nelayan China lebih takut mendekati garis median.
"Tidak ada yang berani melewati garis itu atau bahkan mendekatinya," kata Yan. Kapalnya sering berlayar di sekitar Pulau Niushan yang kaya sumber daya.
Badan penjaga pantai Taiwan beberapa kali pada tahun lalu menahan kru nelayan China karena dianggap menebar pukat secara ilegal, menurut penyataan resmi.
Kantor Urusan Taiwan China sejak beberapa tahun belakangan ini mendesak otoritas Taiwan untuk berhenti memperlakukan nelayan China daratan "dengan cara kekerasan dan berbahaya".
Kantor itu juga meminta Taiwan berhenti menyita kapal-kapal nelayan China daratan.
"Kami bisa didenda ratusan ribu yuan oleh pemerintah Taiwan jika ditemukan melewati garis merah untuk menangkap ikan," kata Wang.
Sementara nelayan lain, Lin, berharap hubungan kedua pihak membaik.
"Jika terjadi perang, Pingtan akan menjadi garis depan, dan saya akan bergabung dengan tentara jika negara membutuhkan," kata Lin. "Namun saya merasa dan berharap masa itu tidak akan datang".
Sumber: Reuters
Baca juga: Kapal perang China mulai latihan dekat Taiwan
Baca juga: PLA gelar patroli dan latihan militer di sekitar Pulau Taiwan