BNPB perkenalkan cara tangguh bencana Indonesia di PRIMO Hawai
9 April 2023 12:19 WIB
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Lilik Kurniawan dalam konferensi tahunan Pacific Risk Management Ohana (PRIMO) yang dihelat di Honolulu, Hawai, Amerika Serikat, Rabu (5/4/2023). ANTARA/HO-BNPB/aa.
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkenalkan cara Indonesia dalam membangun ketangguhan bencana pada konferensi tahunan Pacific Risk Management Ohana (PRIMO) di Honolulu, Hawai, Amerika Serikat pada 3 - 6 April 2023.
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Lilik Kurniawan dan beberapa jajaran mewakili Indonesia dalam pertemuan antar-pemangku kebijakan bidang kebencanaan di wilayah Pasifik tersebut.
Lilik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, menyebutkan sejumlah cara memperkuat ketangguhan komunitas ataupun masyarakat dalam proses penanggulangan bencana, salah satunya melalui Desa Tangguh Bencana (Destana).
“Bencana adalah persoalan lokalitas, sehingga ketangguhan masyarakat sangat penting. Program Desa Tangguh Bencana melibatkan peran aktif masyarakat, didukung pemerintah daerah, akademisi, dan lembaga usaha," katanya.
Lilik mengungkap Destana memiliki 20 indikator dan prioritas pada ekonomi, lingkungan, dan inklusi. Program Destana disesuaikan dengan risiko dan potensi bencana di wilayah tersebut.
“Destana di kawasan pesisir memiliki upaya kesiapsiagaan terhadap tsunami dan adaptasi perubahan iklim,” ujarnya.
Baca juga: BNPB siapkan antisipasi bencana jelang arus mudik-balik Lebaran 2023
Selain memperkuat dari sisi masyarakat, kata dia, juga perlu adanya penguatan dari sisi bangunan. Struktur bangunan yang tepat akan memperkecil dampak susulan dari bencana yang terjadi.
Penguatan ketangguhan masyarakat tidak berhenti pada level desa, tetapi juga pada obyek ketangguhan seperti rumah, sekolah, kantor, tempat ibadah, sarana kesehatan, pasar, dan prasarana umum.
"Konsep yang dilakukan dengan identifikasi risiko lokal, peran lokal authority, dan menyiapkan aksi lokal melalui penguatan infrastruktur, manajemen risiko bencana dan edukasi,” ujar Lilik.
Dia menjelaskan Indonesia adalah negara rawan bencana, berbentuk kepulauan dengan lebih dari 17.500 pulau. Sama halnya dengan negara-negara pulau di Pasifik, RI memiliki risiko tinggi terhadap bencana dan dampak perubahan iklim, sehingga kerja sama dan pertukaran pengetahuan berbasis kearifan lokal menjadi penting.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia memiliki panjang pantai 81.000 kilometer atau nomor dua di dunia setelah Kanada, sehingga upaya mitigasi yang dilakukan dengan green infrastructure, mixing green dan gray infrastructure pada kota-kota di pesisir.
Konferensi ini dihadiri oleh presiden negara-negara federasi Mikronesia, badan penanggulangan bencana wilayah Pasifik, pemerhati lingkungan, dan para pimpinan lembaga masyarakat di bidang kebencanaan.
Baca juga: Presiden: Kebijakan nasional-daerah harus sensitif soal bencana
Deputi Bidang Logistik dan Peralatan BNPB Lilik Kurniawan dan beberapa jajaran mewakili Indonesia dalam pertemuan antar-pemangku kebijakan bidang kebencanaan di wilayah Pasifik tersebut.
Lilik dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, menyebutkan sejumlah cara memperkuat ketangguhan komunitas ataupun masyarakat dalam proses penanggulangan bencana, salah satunya melalui Desa Tangguh Bencana (Destana).
“Bencana adalah persoalan lokalitas, sehingga ketangguhan masyarakat sangat penting. Program Desa Tangguh Bencana melibatkan peran aktif masyarakat, didukung pemerintah daerah, akademisi, dan lembaga usaha," katanya.
Lilik mengungkap Destana memiliki 20 indikator dan prioritas pada ekonomi, lingkungan, dan inklusi. Program Destana disesuaikan dengan risiko dan potensi bencana di wilayah tersebut.
“Destana di kawasan pesisir memiliki upaya kesiapsiagaan terhadap tsunami dan adaptasi perubahan iklim,” ujarnya.
Baca juga: BNPB siapkan antisipasi bencana jelang arus mudik-balik Lebaran 2023
Selain memperkuat dari sisi masyarakat, kata dia, juga perlu adanya penguatan dari sisi bangunan. Struktur bangunan yang tepat akan memperkecil dampak susulan dari bencana yang terjadi.
Penguatan ketangguhan masyarakat tidak berhenti pada level desa, tetapi juga pada obyek ketangguhan seperti rumah, sekolah, kantor, tempat ibadah, sarana kesehatan, pasar, dan prasarana umum.
"Konsep yang dilakukan dengan identifikasi risiko lokal, peran lokal authority, dan menyiapkan aksi lokal melalui penguatan infrastruktur, manajemen risiko bencana dan edukasi,” ujar Lilik.
Dia menjelaskan Indonesia adalah negara rawan bencana, berbentuk kepulauan dengan lebih dari 17.500 pulau. Sama halnya dengan negara-negara pulau di Pasifik, RI memiliki risiko tinggi terhadap bencana dan dampak perubahan iklim, sehingga kerja sama dan pertukaran pengetahuan berbasis kearifan lokal menjadi penting.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia memiliki panjang pantai 81.000 kilometer atau nomor dua di dunia setelah Kanada, sehingga upaya mitigasi yang dilakukan dengan green infrastructure, mixing green dan gray infrastructure pada kota-kota di pesisir.
Konferensi ini dihadiri oleh presiden negara-negara federasi Mikronesia, badan penanggulangan bencana wilayah Pasifik, pemerhati lingkungan, dan para pimpinan lembaga masyarakat di bidang kebencanaan.
Baca juga: Presiden: Kebijakan nasional-daerah harus sensitif soal bencana
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023
Tags: