Atambua (ANTARA News) - Indonesia menempati peringkat 118 bersama empat negara lain di dunia dalam urusan transparansi dan bebas korupsi, demikian dilaporkan Transparency International, melalui penerbitan Coruption Perception Index (CPI) tahun 2012.

Pada tahun 2012, Indonesia mendapat skor yang sama dengan negara Madagaskar, Mesir, Ekuador, dan Republik Dominika. Sementara itu pada tahun 2011, posisi Indonesia berada di peringkat 100 bersama dengan Tanzania, Suriname, Sao Tome & Principe, Mexico, Malawi, Madagascar, Gabon, Djibouti, Burkina Faso, Benin, dan Argentina.

"Transparency International mendapatkan hasil CPI Indonesia tahun 2011 berada pada angka 3,0 yang secara kuantitas naik 0,2 dibanding tahun 2010 yang berada pada 2,8 CPI," kata Jaksa Agung RI, Basrief Arif dalam amanat tertulis yang dibacakan Kepala Kejaksaan Negeri Atambua, Roberth M Tacoy, pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional di Kejaksaan Negeri Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Minggu.

Menurut dia, korupsi sudah dinilai sebagai musuh bersama masyarakat dunia, `The Common Enemy` yang telah menjangkit hampir ke semua negara di dunia ini. Bahkan tindakan korupsi tersebut, sudah berlangsung sejak zaman kekaisaran Romawi hingga di zaman adidaya seperti saat ini, dan termasuk juga telah merasuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan melihat praktik korupsi yang sudah begitu berkembang, sejalan dengan perkembangan teknologi dengan modus yang kian canggih dan kompleks hingga bersifat lintas negara, maka pemerintah Indonesia membuat sebuah rencana aksi sebagai sebuah strategi nasional untuk memberantas korupsi yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.

Strategi nasional pemberantasan korupsi 2010-2015 itu, memiliki visi atau tujuan untuk terbangunnya tata pemerintahan yang bebas dari praktik korupsi, denga daya dukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta sistem integritas yang terkonsolidasi secara nasional, melalui sejumlah langkah strategis.

Langkah strategis itu, kata Jaksa Agung, dilakukan melalui pencegahan, penegakan hukum, harmonisasi peraturan perundangan, kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil korupsi, pendidikan dan budaya anti korupsi serta mekanisme laporan.

Menurut Jaksa Agung, dalam beberapa tahun terakhir, penindakan terhadap kejahatan korupsi meningkat tajam. Ibaratnya tak ada koruptor yang bisa lepas dari jeratan hukum, meskipun demikian, masih ada juga yang bersembunyi, berkelit, buron.

Dia mengatakan, ada sejumlah permasalahan yang mempengaruhi pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia, yaitu, belum seimbangnya penegakan hukum dengan upaya pengembalian aset negara yang hilang.

Untuk penting adanya sinkronisasi antara upaya penegakan hukum dan pengembalian aset negara yang hilang.

Dia mengatakan, besarnya harapan masyarakat yang tidak diimbangi dengan optimalisasi kinerja aparat penegak hukum yang profesional, proporsional serta berhati nurani, telah berakibat terhadap menurunnya kepercayaan penegakan hukum itu sendiri.

Oleh karena itu, diperlukan upaya mengatasi berbagai permasalahan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, dengan perbaikan dan pembenahan institusional, koordinasi dan sinkronisasi antara institusi penegak hukum serta institusi terkait agar tersu bersinergi dengan tetap mengedepankan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(ANTARA)