Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan penghitungan stunting di sejumlah daerah misleading.

“Saya berharap di dalam menghadapi dan mengurangi stunting ini jangan bicara soal angka saja, karena saya beberapa kali di beberapa daerah menemukan cara menghitung stuntingnya itu misleading. Jadi ngapusi aja itu adanya, tidak bisa lagi seperti ini,” katanya pada Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 yang dipantau secara virtual, Jakarta, Kamis (6/4).

Menurut dia, bukan berarti anak pengidap stunting yang telah berumur lebih dari lima tahun maka tidak masuk lagi dalam kategori stunting di dalam numerik. Suharso menganggap pandangan tersebut aneh.

“Lalu masuk lagi populasi bayi yang baru, setelah itu baru dihitung berapa yang stunting dari populasi itu. Saya kira banyak hal yang perlu diluruskan,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, dia menyampaikan tantangan di sektor kesehatan Indonesia karena masih terdapat kasus-kasus baru, yakni Neglected Tropical Diseases (NTD). Jenis NTD di antaranya adalah kusta dengan 12.095 kasus baru per tahun atau nomor ke-3 terbanyak di dunia, tuberkulosis 969 ribu kasus baru per tahun atau nomor ke-2 di dunia, serta malaria dengan 415.140 kasus baru per tahun.

“Untuk gizi dan penyakit tidak menular, yakni prevalensi stunting (21,6 persen), juga perlu kerja keras untuk mencapai RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), perlu turun 3,8 persen per tahun. Kondisi ini kiranya menjadi perhatian sebagai input dalam menentukan arah kebijakan dan strategi di bidang kesehatan pada setiap level pemerintahan dalam meningkatkan layanan kualitas kesehatan tahun 2024,” ungkap Suharso.

Baca juga: Kemenko: Perkuat edukasi tentang peran PHBS dalam mencegah stunting
Baca juga: Kemendagri serukan optimalisasi APBD untuk penanganan stunting