Jakarta (ANTARA News) - Peneliti dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menyatakan, para pengungsi akibat gempa bumi yang melanda Yogyakarta pada Sabtu (27/5) segera kembali ke kediamannya, karena sedikitnya kemungkinan gempa susulan berkekuatan besar. "Warga yang mengungsi sudah boleh kembali, karena dari catatan seismograf dapat disimpulkan bahwa gempa susulan tidak lagi terjadi dalam waktu dekat," kata Kepala Divisi Penanganan Gempa Bumi dan Tsunami BMG, Fauzy M.Sc, Ph.D, di Jakarta, Selasa, usai menghadiri diskusi dinamika kebumian kawasan Jawa Tengah. Diskusi itu diselenggarakan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) di Kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta yang dihadiri para pakar kebumian dari Institut Teknologi Bandung (ITB), BMG, BG (Badan Geologi) dan BPPT. Fauzy mengatakan, gempa bumi yang melanda Yogyakarta dan daerah lainnya di Provinsi Jawa Tengah Sabtu (27/5) lalu pukul 05.53.58 WIB dengan kekuatan 5,9 pada Skala Righter (SR) telah diikuti dengan gempa susulan. Gempa bumi itu dapat dikategorikan tektonik, karena berkaitan dengan pergerakan patahan bumi (sesar) yang terjadi di dekat pantai, sekitar 25 kilometer Barat Daya Kota Yogyakarta dan kurang lebih 115 kilometer selatan kota Semarang. Gempa susulan, menurut dia, sempat terjadi dua kali yang agak kuat sehingga masyarakat panik, dan mencuat isu hendak terjadi tsunami. "Gempa susulan sudah terjadi sehari setelah gempa, masing-masing berkekuatan 4,9 SR dan 4,7 SR. Kini tidak lagi terjadi gempa susulan meskipun ilmu dan teknologi belum bisa memastikan waktu akan terjadi gempa bumi," katanya. Ia menyatakan, BMG akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat, agar meyakinkan warganya untuk tidak terus-menerus ketakutan dengan ancaman gempa bumi. Masyarakat harus mengetahui bahwa potensi gempa susulan tetap ada namun peluang terjadinya gempa susulan itu relatif kecil jika disimpulkan dari catatan seismograf. "Saya kira dalam waktu ini tidak lagi terjadi gempa dan kalau pun terjadi mungkin di waktu yang akan datang. Kondisi tanah di kawasan itu pun ikut mempengaruhi dampak gempa bumi," tambahnya. Sementara itu, mantan Ketua IAGI periode 2000-2005, Andang Bachtiar, cenderung menyarankan BMG meningkatkan efektifitas dan efisiensi peralatan deteksi gempa bumi dan tsunami demi kepentingan masyarakat banyak. Menurut dia, masyarakat yang meninggalkan kediamannya untuk menyelamatkan diri dari kemungkinan terburuk saat gempa bumi itu sangat membutuhkan kepastian informasi tentang gempa susulan yang mungkin saja terjadi. "BMG atau pihak yang paling berkompeten dalam menyampaikan informasi geologi kepada masyarakat, harus jeli melihat keinginan dan harapan masyarakat tentang gempa bumi beserta permasalahannya," demikian Bachtiar. (*)