Jakarta (ANTARA) - Akademisi dari Fakultas Kesehatan Gigi Universitas Padjadjaran, Amaliya mengatakan produk tembakau alternatif layak dikedepankan menjadi opsi bagi perokok dewasa untuk mendapatkan nikotin lantaran telah terbukti secara kajian ilmiah memiliki profil risiko kesehatan yang lebih rendah.

Hal tersebut dibuktikan melalui kajian klinis yang dilakukan Amaliya bersama Agus Susanto dan Jimmy Gunawan dengan tajuk "Respon Gusi Pada Pengguna Vape (Rokok Elektrik) Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Experimental)".

“Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengguna rokok elektrik yang telah berhenti dari merokok menunjukkan perbaikan kualitas gusi yang dibuktikan dengan tingkat peradangan dan pendarahan gusi yang sama seperti yang dialami oleh non-perokok. Artinya, kondisi pertahanan gusi pengguna rokok elektrik telah kembali normal,” kata Amaliya dalam keterangannya pada Kamis.

Dengan fakta tersebut, pemerintah seharusnya memaksimalkan produk ini untuk menurunkan prevalensi merokok sekaligus meningkatkan perbaikan kesehatan publik. Produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi komplementer dari berbagai program dan upaya yang telah dijalankan pemerintah selama ini, kata dia.

Baca juga: Kemenkes: Gunakan momentum Ramadhan untuk berhenti merokok

“Melihat bukti-bukti ilmiah yang ada, pemerintah harus bersikap lebih terbuka untuk dapat melihat profil risiko yang dimiliki oleh produk tembakau alternatif dan memanfaatkannya secara optimal,” kata Amaliya.

Produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, kantong nikotin, maupun rokok elektrik, dapat menjadi opsi untuk menurunkan prevalensi merokok. Produk tersebut menerapkan konsep pengurangan bahaya sehingga mampu mengurangi risiko dari rokok.

Hal tersebut menjadi ulasan dalam artikel yang ditulis oleh dua mantan pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Robert Beaglehole dan Profesor Ruth Bonito, berjudul “Tobacco Control: getting to the finish line” yang diterbitkan di jurnal kesehatan global, Lancet Group. Dalam artikel tersebut diungkapkan bahwa pengendalian tembakau yang berlaku sekarang tidak berfungsi dalam menurunkan angka perokok di dunia.

Baca juga: Kemenkes: Rokok elektronik ancaman generasi muda

Secara global, jumlah perokok tidak mengalami perubahan. Saat ini, hanya 30 persen dari seluruh negara di dunia yang telah berada di jalur yang tepat untuk mencapai target pengurangan angka perokok dewasa pada 2030 mendatang yang ditetapkan WHO.

Menurut Robert dan Ruth, gagalnya strategi pengurangan jumlah perokok yang diterapkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) lantaran tidak memasukkan konsep pengurangan bahaya tembakau. Selama ini, kebanyakan orang merokok karena kecanduan nikotin. Jadi, konsep ini bertujuan untuk mengurangi risiko akibat konsumsi rokok dengan mendorong perokok dewasa yang sulit untuk berhenti dari kebiasaanya agar dapat beralih ke produk tembakau alternatif sebagai alat penghantar nikotin yang memiliki profil risiko lebih rendah daripada rokok.

Baca juga: Peneliti jelaskan alasan tembakau alternatif berisiko kesehatan rendah