Budapest (ANTARA) - Pemerintah Hungaria tidak ingin Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menjadi blok anti-China, kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Hungaria Peter Szijjarto saat penutupan pertemuan para menlu negara anggota NATO di Brussel, Rabu (5/4).

Alih-alih persaingan, kata Szijjarto, yang sangat dibutuhkan adalah kerja sama yang saling menguntungkan. Hubungan antara NATO dan China pun tidak boleh digambarkan sebagai hubungan militer.

"Kami tidak ingin NATO menjadi blok anti-China. Kami tidak melihat arti dari persaingan, kami tidak melihat adanya logika dalam persaingan, dan kami tidak melihat manfaat apa yang bisa dihasilkan dari persaingan," jelasnya.

Pemerintah Hungaria juga tertarik pada kerja sama yang saling menguntungkan, terutama dalam konteks revolusi otomotif.

"Semua yang menyerukan pemisahan ekonomi China dan Eropa berisiko memberikan pukulan berat bagi perekonomian Eropa," imbuhnya.

Szijjarto mengingatkan kembali contoh sejumlah produsen mobil Eropa, yang menjadi sepenuhnya bergantung pada baterai kendaraan listrik produksi Korea Selatan dan China.

Tanpa kerja sama China-Eropa, maka tidak ada industri otomotif Eropa baru dan juga tidak ada perlindungan lingkungan Eropa yang berhasil, katanya memperingatkan.

Szijjarto juga membahas rencana perdamaian China bagi Ukraina, yang menurutnya dapat menjadi titik awal yang cocok untuk negosiasi internasional.

"Kami ingin pembicaraan damai dimulai sesegera mungkin, karena semakin cepat adanya gencatan senjata, maka semakin banyak nyawa yang dapat kita selamatkan di Ukraina," ujarnya.
Upacara pengibaran bendera Hungaria untuk memperingati 175 tahun revolusi Hungaria dan perjuangan kemerdekaan tahun 1848 di Lapangan Kossuth depan Gedung Parlemen di Budapest, Hungaria, Rabu (15/3/2023). (ANTARA/Xinhua/Attila Volgyi)