Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilman Farid mengatakan bahwa seni harus unggul tanpa predikat autisme.

"Kita harus bisa menghadirkan seni yang unggul tanpa predikat autisme, karena kalau bicara inklusivitas kita selama ini hanya bicara perbedaan etnis, agama, atau budaya, hampir tidak pernah kita membicarakan tentang perbedaan fisik dan mental, ini masih menjadi pekerjaan rumah untuk kita semua," kata Hilmar di Jakarta, Rabu.

Hilmar mengatakan hal tersebut saat membuka pameran "Bianglala Seribu Imajinasi" di Bentara Budaya Jakarta dalam rangka memperingati hari autisme sedunia yang jatuh pada 2 April.

Hilmar juga mengatakan, satu dari 10 orang di Indonesia punya predikat autisme dan penyakit mental lainnya, tetapi masyarakat masih menganggap jika autisme atau orang dengan gangguan mental sebagai sebuah masalah dan beban, sehingga perlu disembuhkan, padahal seharusnya mereka bisa hidup normal dan berdampingan dengan yang lain.

"Seni yang ditampilkan di sini membuka pandangan pada dunia yang belum kita pahami. Mereka punya photographic memory yang luar biasa, jadi kita perlu menampilkan karya-karya yang bisa menampilkan sudut pandang berbeda, imajinasi yang tumbuh pada dunia yang tidak kita kenal sebelumnya," kata Hilmar.

Hilmar juga mengatakan, karya-karya yang ditampilkan di sini apabila disandingkan dengan karya seni hasil karya seniman pada umumnya, maka masyarakat tidak akan menyangka bahwa seni yang dihasilkan adalah hasil karya teman-teman autis.

Senada dengan Hilmar, perwakilan kurator seni Bentara Budaya Jakarta, Effix Mulyadi juga berharap masyarakat bisa menganggap karya seni yang dipamerkan sama dengan karya seniman-seniman normal pada umumnya.

"Sebuah seni ketika sudah dipamerkan itu tidak punya urusan dengan penyakit apapun, jadi kita perlu menilai karyanya, bukan siapa yang membuat dan penyakit apa yang diderita oleh sang seniman. Ayo kita terima mereka sebagaimana kita menerima teman-teman seniman yang lain," kata Effix.

Pameran seni kali ini menghadirkan lebih dari 100 karya dari 29 seniman dengan autisme yang sudah menjadikan seni sebagai profesi sehari-hari, bahkan beberapa sudah dibeli oleh kolektor-kolektor seni tingkat dunia.

Baca juga: Rayakan Hari Autisme, buku anak "Kado Alma untuk Dila" diluncurkan
Baca juga: Bukan kekerasan, begini seharusnya terapi bicara anak dengan autisme