Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan RI mengemukakan sejumlah tantangan dalam Transformasi Kesehatan yang memerlukan penguatan payung hukum melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

"Pendekatan pemerintah untuk bisa mendukung RUU yang menjadi inisiatif DPR ini adalah memastikan bahwa apapun yang kita lakukan nantinya akan bisa memberikan dampak kepada masyarakat semaksimal mungkin," kata Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja terkait RUU Kesehatan bersama Komisi IX DPR RI yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu.

Tantangan pada Transformasi Kesehatan di sektor layanan primer, kata Budi, masih banyak layanan primer yang mengedepankan pendekatan kuratif, bukan promotif dan preventif.

Menurut Budi pendekatan ke masyarakat masih dilakukan terkotak-kotak berdasarkan jenis penyakit. "Jadi masyarakat bisa didatangi petugas kesehatan untuk cek malaria, besoknya dicek TBC, besok dicek jantungnya, padahal orangnya sama," katanya.

Selain itu, masyarakat masih sulit mendapatkan layanan kesehatan, termasuk layanan laboratorium.

Baca juga: Menkes: Kemandirian bahan baku sokong ketahanan kesehatan Indonesia

Baca juga: Menkes: Filosofi dari transformasi untuk tingkatkan akses dan kualitas


Untuk transformasi pada layanan rujukan, kata Budi, masih banyak masyarakat yang belum bisa mendapatkan akses dan kualitas yang cukup untuk mendapat layanan kuratif.

"Untuk kota besar tidak masalah, tapi begitu bergeser ke kota kecil itu akan sulit. Dampaknya banyak masyarakat mencari layanan kesehatan ke luar negeri," katanya.

Pada sistem transformasi sistem pelayanan kesehatan, kata Budi, industri farmasi di Indonesia semakin tertinggal, jika dibandingkan negara lain, termasuk Thailand dan Vietnam yang lebih maju.

"Pemerintah perlu mendukung pengembangan industri kesehatan dalam negeri. Sistem kesehatan yang tertinggal sangat berpengaruh terhadap sistem kesehatan pada saat pandemi. Hampir semua alat kesehatan, obat, dan vaksin masih impor," katanya.

Terkait dengan transformasi pembiayaan kesehatan, kata Budi, pemerintah perlu memastikan uang negara yang dibelanjakan harus berdampak secara optimal untuk masyarakat, sehingga harus selalu bisa diukur.

"Kami akan dorong agar pengeluarannya bisa terukur. Kami juga dorong adanya transparansi dan integrasi antara belanja kesehatan daerah dan pusat bisa optimal tingkatkan kesehatan masyarakat," katanya.

Selain itu, sistem jaminan kesehatan nasional harus dipastikan adil, merata, dan berkesinambungan membiayai kebutuhan pembiayaan masyarakat. Untuk itu, kendali mutu dan biaya perlu dipastikan, kata Budi menambahkan.

Pilar transformasi berikutnya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan. Tantangan yang dihadapi adalah jumlah dokter spesialis yang masih kurang, belum meratanya distribusi dokter dan dokter spesialis, hingga birokrasi penerbitan izin praktik dokter yang masih berbelit.

Pada transformasi teknologi kesehatan, Budi mengemukakan data kesehatan antarfasilitas kesehatan tidak saling berhubung satu sama lain dan tidak terstandar. Selain itu, Indonesia juga perlu mengantisipasi perkembangan teknologi biomedis kesehatan di masa kini dan masa depan yang berkembang pesat.

"Platform kesehatan harus kita siapkan dengan baik, termasuk paltform biomedis yang ke depan akan sangat mengubah peta diagnostik dan perawatan kesehatan di seluruh dunia. Jangan sampai informasi biomedis dari masyarakat kita diambil dan dimanfaatkan negara lain," katanya.

Baca juga: Menkes: Dampak baik transformasi kesehatan mulai terlihat secara pasti

Baca juga: Menkes: Penambahan dokter spesialis RSUD bukti transformasi kesehatan