Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa menargetkan setiap kantor wilayahnya dapat melakukan minimal satu Sertifikasi Pusat Perbelanjaan Berbasis Kekayaan Intelektual (KI).

Sertifikasi pusat perbelanjaan itu dilakukan sebagai upaya pencegahan laju peredaran barang-barang palsu sepanjang tahun ini.

"Tahun lalu Kanwilkumham telah melakukan sebanyak 87 sertifikasi pusat perbelanjaan, artinya ini melebihi dari jumlah yang ditargetkan yaitu 33 sertifikasi pusat perbelanjaan," kata Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Brigjen Anom Wibowo ketika dihubungi ANTARA pada Selasa.

Baca juga: DJKI sebut penggunaan barang palsu bisa matikan ekonomi nasional

Anom menjelaskan pihaknya tidak mematok tinggi target tersebut agar tetap dapat memberikan detail lengkap yang diperlukan dalam pemberian sertifikasi barang-barang palsu pada pusat perbelanjaan tertentu.

"Kami targetkan terlalu banyak pun percuma kalau itu tidak mendetail dan lengkap. Karena konsekuensi dari memberikan sertifikat bebas dari barang palsu ini ketika nanti ada pengaduan dari masyarakat ternyata barangnya palsu, maka sertifikat yang kami berikan ini menjadi tidak berlaku lagi. Jadi harus dicabut," terangnya.

Program Sertifikasi Pusat Perbelanjaan Berbasis KI menyasar pusat perbelanjaan sebagai tindakan preventif atau pencegahan pelanggaran KI dan memberantas perdagangan barang palsu yang membuat Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lokal tidak dapat bersaing.

Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memetakan pelanggaran KI yang ada di Indonesia sekaligus upaya mengentaskan Indonesia dari status Priority Watch List (PWL) yang telah membelenggu beberapa tahun belakangan ini.

Baca juga: Asosiasi upayakan sosialisasi dan sanksi cegah produk langgar KI

Menurut Anom, sepanjang tahun 2022 pihaknya telah memberikan sertifikasi bebas barang palsu kepada 87 pusat perbelanjaan mencakup 31 provinsi di seluruh Indonesia.

"Bila tak salah, provinsi yang belum mendapatkan sertifikasi adalah Bengkulu dengan Kalimantan Tengah karena menurut hasil informasi dari pejabat Kanwilkumham, wilayah tersebut belum memiliki mal, hanya ada pasar-pasar tradisional," jelasnya.

Ia menambahkan saat ini pihaknya telah melakukan kerja sama dengan dinas terkait di setiap pemerintahan provinsi DKI maupun dari bagian UMKM.

"Karena ini bukan saja menjadi keinginan dari DJKI Kemenkumham tetapi Pemerintah pun bertanggung jawab atas masih maraknya barang palsu secara offline," kata Anom.

Baca juga: Kemenkumham jelaskan tujuan sertifikasi pusat perbelanjaan
Baca juga: DJKI lanjutkan sertifikasi pusat perbelanjaan cegah pelanggaran KI