Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan seharusnya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tidak menjadikan Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai sasaran.

"DKPP itu lembaga etik penyelenggara pemilu. Penyelenggara pemilu itu KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)," kata Gamawan Fauzi sebelum rapat konsultasi bersama Komisi II DPR dan DKPP di Jakarta, Selasa.

Gamawan mengatakan kesekjenan merupakan pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas sebagai sistem pendukung bagi KPU. Menurut dia, antara KPU-Bawaslu dan kesekjenan memiliki landasan undang-undang yang berbeda.

Sebagai PNS, tugas dan penilaian terhadap kesekjenan harus berdasarkan undang-undang tentang PNS. Sedangkan DKPP sebagai lembaga penegak etika penyelenggara pemilu harus berdasarkan pada undang-undang penyelenggara pemilu.

"Tugas DKPP adalah menjaga kode etik KPU, bukan kesekjenan. Karena itu, seyogyanya putusan DKPP tidak sampai ke PNS yang ada di kesekjenan," tuturnya.

Menurut dia, yang dimaksud penyelenggara pemilu adalah KPU dan Bawaslu. Kesekjenan hanya merupakan sistem pendukung, tidak bisa disebut sebagai bagian dari penyelenggara pemilu.

Namun, dia belum bisa memastikan apakah putusan DKPP itu melampaui kewenangan atau tidak. Hal itu, kata dia, akan dibahas dalam pertemuan dengan Komisi II dan DKPP.

Sebelumnya, dalam sidang etik terkait konflik KPU-Bawaslu, DKPP memutuskan bahwa komisioner KPU tidak terbukti memiliki iktikad untuk melakukan pelanggaran etika penyelenggara pemilu.

DKPP justru melihat ada pelanggaran yang dilakukan pejabat kesekjenan sehingga merekomendasikan kepada KPU untuk mengembalikan empat pejabat kesekjenan.

DKPP juga memerintahkan KPU untuk mengikutsertakan 18 partai politik, yang sebelumnya dinyatakan tidak lolos verifikasi administrasi, dalam verifikasi faktual.

(D018/S024)