Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Dhahana Putra rehabilitasi terhadap penyalahguna narkoba tidak boleh lebih dari dua kali.

"Yang bisa direhabilitasi bukan anggota jaringan, positif saat ditangkap, pemakai barang buktinya satu kali pakai, serta tidak lebih dari dua kali direhabilitasi," kata Dhahana dalam acara dialog media bertajuk "Di Balik Jeruji Besi: UU Pemasyarakatan Dalam Perspektif HAM" di Kantor Ditjen HAM Kemenkumham, Jakarta, Jumat.

Keempat kriteria tersebut telah tercantum dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Narkotika untuk memperjelas mengenai siapa yang berhak mendapatkan rehabilitasi.

Menurut Dhahana, kriteria orang yang boleh direhabilitasi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang berlaku saat ini belum jelas, sehingga hal itu membuka peluang terjadinya praktik "jual beli" hukum dengan aparat penegak hukum.

Dia menyebutkan 60 persen dari penyebab kelebihan tahanan pada lembaga pemasyarakatan (lapas) ialah banyaknya narapidana kasus narkotika. Padahal, para pecandu dan penyalahguna narkotika merupakan orang sakit, tambahnya, sehingga memerlukan rehabilitasi.

"Sakit, ya ke rumah sakit, bukan penjara; harusnya direhabilitasi," jelasnya.

Baca juga: Menkumham prioritaskan penuntasan RUU Narkotika

Kelebihan tahanan dalam lapas itu berdampak pada tidak terjaminnya HAM para tahanan. Oleh karena itu, Dhahana menilai penting adanya perubahan terhadap Undang-Undang Narkotika.

"Harapannya sih ya tahun ini bisa selesailah, karena udah cukup lama kan," ucapnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu (29/3), Menkumham Yasonna H. Laoly menyatakan pihaknya memprioritaskan penuntasan pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang direncanakan akan digabung dengan UU Psikotropika.

"Saya meminta, Pak Ketua, ini adalah rancangan undang-undang yang telah lama dibahas, bahkan di Komisi III beberapa kali masuk keputusan rapat; agar kiranya dapat dipercepat dan dapat diselesaikan," ujar Yasonna.

Dia pun berharap RUU tersebut dapat final sebelum 2024, sehingga dapat menjadi peninggalan dari Komisi III DPR dan Kemenkumham periode ini.

Apalagi, RUU Narkotika merupakan salah satu RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka Menengah 2020-2024.

Baca juga: DPR RI perpanjang pembahasan RUU Hukum Acara Perdata dan Narkotika