Cara-cara lainnya menurut dia juga telah disediakan sesuai dengan konstitusi. Sehingga, seharusnya tidak perlu melakukan tindakan-tindakan yang ekstrem dalam menyampaikan kritik ataupun penolakan.
Namun, kata dia kalau memang kelompok-kelompok yang menolak bertujuan negatif hanya karena benar-benar agar Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang gagal diberlakukan, maka mereka tentu akan menempuh segala cara.
"Kalau semata-mata untuk bertujuan tidak menginginkan undang-undang itu jadi, berbagai cara dilakukan, bayar orang untuk demonstrasi, kemudian gerakan anti kemapanan, memprovokasi korporasi dan berbagai hal lain, yang penting membuat situasi menjadi tidak mapan, tidak kondusif," kata dia.
Ketika peraturan yang dibuat sudah sah menjadi undang-undang maka seharusnya semua pihak menghormati, dan jika ada yang memiliki pandangan yang berbeda, tindakan sepatutnya menempuh jalur yang disediakan seperti mengajukan pengujian ke Mahkamah Konstitusi.
Hal lain yang perlu diperhatikan pemerintah menurut dia yakni proses implementasi undang-undang. Perppu Cipta Kerja itu mesti disosialisasikan lebih intensif lagi pada publik untuk menjelaskan spirit dan tujuan dari undang-undang tersebut.
"Yang jelas undang-undang ketika diketuk palu, berarti sudah mulai diproses agenda settingnya. Kemudian tugas dari membuat kebijakan adalah, sosialisasi, melengkapi perangkat-perangkat yang terkait, sehingga dapat diimplementasikan. Setelah berjalan baru bisa dievaluasi apakah dapat diterima oleh masyarakat atau tidak undang-undang itu," ujarnya.
Baca juga: Polres Bengkulu tangkap empat mahasiswa saat unjuk rasa UU cipta kerja
Baca juga: Jimly sebut RUU MK cerminkan kemarahan pembatalan UU Ciptaker
Baca juga: Pengamat: UU Ciptaker beri kepastian hukum sektor ekonomi dan pekerja
Baca juga: Polres Bengkulu tangkap empat mahasiswa saat unjuk rasa UU cipta kerja
Baca juga: Jimly sebut RUU MK cerminkan kemarahan pembatalan UU Ciptaker
Baca juga: Pengamat: UU Ciptaker beri kepastian hukum sektor ekonomi dan pekerja