Bank Dunia kerek prospek pertumbuhan 2023 negara berkembang Asia Timur
31 Maret 2023 09:27 WIB
Foto Dokumen: Seorang peserta berdiri di dekat logo Bank Dunia di Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional -Bank Dunia 2018 di Nusa Dua, Bali, Indonesia, 12 Oktober 2018. ANTARA/REUTERS/Johannes P. Christo
Singapura (ANTARA) - Pertumbuhan di negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik akan meningkat pada tahun 2023 berkat pembukaan kembali China dan pemulihan ekonomi, tetapi inflasi yang tinggi dan utang rumah tangga akan membebani konsumsi di beberapa negara, kata Bank Dunia pada Jumat.
Pemberi pinjaman yang berbasis di Washington itu dalam sebuah laporan mengatakan pihaknya memperkirakan pertumbuhan di wilayah 23 negara, termasuk China, naik menjadi 5,1 persen, dari pertumbuhan 3,5 persen tahun lalu.
Perkiraan yang lebih kuat disebabkan oleh pembukaan kembali China, yang diperkirakan Bank Dunia akan membantu ekonominya pulih menjadi 5,1 persen dari 3,0 persen tahun lalu.
Negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik meliputi Vietnam, Filipina, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Mongolia, ditambah negara kepulauan seperti Fiji, Vanuatu, dan Palau.
Tidak termasuk China, pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan akan moderat menjadi 4,9 persen dari rebound pascaCOVID sebesar 5,8 persen pada tahun 2022, karena inflasi dan peningkatan utang rumah tangga di beberapa negara membebani konsumsi.
"Sebagian besar ekonomi utama di Asia Timur dan Pasifik telah melewati kesulitan pandemi tetapi sekarang harus menavigasi lanskap global yang berubah," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan tersebut, Manuela Ferro.
"Untuk mendapatkan kembali momentum, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk mendorong inovasi, produktivitas, dan menetapkan fondasi untuk pemulihan yang lebih hijau."
Pemberi pinjaman itu mengatakan tantangan yang paling mendesak adalah perpecahan yang meningkat antara China dan Amerika Serikat.
Dikatakan, yang paling serius adalah pembatasan bilateral pada arus teknologi dan kolaborasi yang dapat mengurangi akses global terhadap pengetahuan.
“Meskipun masih kecil dibandingkan dengan ekonomi maju seperti AS, China telah menjadi sumber pengetahuan yang semakin penting untuk inovasi di negara-negara Asia Timur dan Pasifik lainnya,” kata laporan tersebut.
Badan bantuan multilateral itu menyarankan negara-negara mereformasi kebijakan mereka untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengambil bagian dalam perjanjian internasional dengan China dan AS daripada menjadi bagian dari blok perdagangan eksklusif.
Baca juga: Dewan Bank Dunia pertimbangkan Banga calon tunggal pemimpin berikutnya
Baca juga: Menkeu AS tolak penambahan modal Bank Dunia
Baca juga: Bank Dunia cari lebih banyak uang karena kebutuhan tahunan bengkak
Pemberi pinjaman yang berbasis di Washington itu dalam sebuah laporan mengatakan pihaknya memperkirakan pertumbuhan di wilayah 23 negara, termasuk China, naik menjadi 5,1 persen, dari pertumbuhan 3,5 persen tahun lalu.
Perkiraan yang lebih kuat disebabkan oleh pembukaan kembali China, yang diperkirakan Bank Dunia akan membantu ekonominya pulih menjadi 5,1 persen dari 3,0 persen tahun lalu.
Negara-negara berkembang di Asia Timur dan Pasifik meliputi Vietnam, Filipina, Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Mongolia, ditambah negara kepulauan seperti Fiji, Vanuatu, dan Palau.
Tidak termasuk China, pertumbuhan di kawasan ini diperkirakan akan moderat menjadi 4,9 persen dari rebound pascaCOVID sebesar 5,8 persen pada tahun 2022, karena inflasi dan peningkatan utang rumah tangga di beberapa negara membebani konsumsi.
"Sebagian besar ekonomi utama di Asia Timur dan Pasifik telah melewati kesulitan pandemi tetapi sekarang harus menavigasi lanskap global yang berubah," kata Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan tersebut, Manuela Ferro.
"Untuk mendapatkan kembali momentum, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk mendorong inovasi, produktivitas, dan menetapkan fondasi untuk pemulihan yang lebih hijau."
Pemberi pinjaman itu mengatakan tantangan yang paling mendesak adalah perpecahan yang meningkat antara China dan Amerika Serikat.
Dikatakan, yang paling serius adalah pembatasan bilateral pada arus teknologi dan kolaborasi yang dapat mengurangi akses global terhadap pengetahuan.
“Meskipun masih kecil dibandingkan dengan ekonomi maju seperti AS, China telah menjadi sumber pengetahuan yang semakin penting untuk inovasi di negara-negara Asia Timur dan Pasifik lainnya,” kata laporan tersebut.
Badan bantuan multilateral itu menyarankan negara-negara mereformasi kebijakan mereka untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengambil bagian dalam perjanjian internasional dengan China dan AS daripada menjadi bagian dari blok perdagangan eksklusif.
Baca juga: Dewan Bank Dunia pertimbangkan Banga calon tunggal pemimpin berikutnya
Baca juga: Menkeu AS tolak penambahan modal Bank Dunia
Baca juga: Bank Dunia cari lebih banyak uang karena kebutuhan tahunan bengkak
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: