Jepang enggan percepat dekarbonisasi ketenagalistrikan G-7
29 Maret 2023 19:58 WIB
Arsip foto - Pemimpin Kelompok Tujuh (G7) berkumpul untuk makan siang di hotel Schloss Elmau di Elmau, Jerman, 27 Juni 2022. ANTARA/Susan Walsh/Pool via REUTERS/pri. (ANTARA/Susan Walsh/Pool via REUTERS.)
Tokyo (ANTARA) - Jepang yang akan menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri G-7 untuk masalah iklim bulan depan, tampaknya enggan memajukan perjanjian kerangka kerja dekarbonisasi sektor listrik sampai 2035 yang disepakati tahun lalu, kata sumber yang mengetahui masalah ini, Rabu.
Pertemuan G-7 tentang masalah iklim, energi, dan lingkungan pada 15-16 April di Sapporo, Jepang, akan fokus kepada upaya dekarbonisasi tujuh negara maju setelah semuanya bertekad mencapai nol emisi gas rumah kaca pada 2050.
Pada negosiasi sebelumnya, setidaknya satu anggota G-7 mengusulkan target dekarbonisasi sektor listrik dicapai lebih awal dari 2035 seperti disepakati dalam pertemuan menteri G-7 tahun lalu di Jerman, kata sumber tersebut.
Dalam komunike pasca-pertemuan tahun lalu, para menteri G-7 menyatakan "berkomitmen lebih jauh terhadap tujuan mencapai dekarbonisasi sebagian besar sektor listrik pada 2035."
Jepang tampaknya enggan mengadopsi proposal baru itu karena masih mengandalkan batu bara yang mengambil proporsoi sekitar 19 persen dalam bauran energinya pada tahun fiskal 2030, sambung sumber itu.
Baca juga: PM Kishida dukung permintaan maaf ke Korsel atas agresi Jepang
Meskipun menyatakan secara bertahap akan mengurangi tenaga batu bara dan kembali ke energi nuklir, Jepang masih belum menetapkan jalan untuk sepenuhnya melepaskan diri dari batu bara.
Ini karena sebagian besar pembangkit listrik tenaga nuklir Jepang masih belum beroperasi lagi setelah negara ini memberlakukan peraturan keselamatan yang lebih ketat setelah bencana nuklir Fukushima 2011 dan karena ada penentangan dari masyarakat setempat.
Yang menjadi fokus lain dalam pertemuan tingkat menteri mendatang adalah komitmen negara-negara G-7 dalam mempromosikan kendaraan nol emisi, termasuk apakah negara-negara itu bakal menetapkan target pangsa pasar kendaraan semacam itu atau bahkan kerangka waktu dalam menarik secara bertahap kendaraan berbahan bakar fosil.
Jepang, yang pabrik-pabrik domestiknya memiliki kekuatan dalam hibrida bensin-listrik dan hibrida plug-in, berselisih dengan sejumlah negara anggota G7 setelah Tokyo mengajukan proposal mengurangi separuh emisi karbon dioksida dari mobil pada 2035 dari tingkat yang dicapai pada 2000.
Jepang bertekad mengurangi emisi gas rumah kaca sampai sebesar 46 persen pada tahun fiskal 2030 dibandingkan dengan tingkat emisi pada tahun fiskal 2013. Tekad itu termasuk memangkas tingkat emisi sektor transportasi sampai 35 persen.
Anggota G-7 adalah Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Amerika Serikat, plus Uni Eropa.
Baca juga: Jepang cari dukungan G7 tentang pembuangan air olahan Fukushima
Sumber: Kyodo-OANA
Pertemuan G-7 tentang masalah iklim, energi, dan lingkungan pada 15-16 April di Sapporo, Jepang, akan fokus kepada upaya dekarbonisasi tujuh negara maju setelah semuanya bertekad mencapai nol emisi gas rumah kaca pada 2050.
Pada negosiasi sebelumnya, setidaknya satu anggota G-7 mengusulkan target dekarbonisasi sektor listrik dicapai lebih awal dari 2035 seperti disepakati dalam pertemuan menteri G-7 tahun lalu di Jerman, kata sumber tersebut.
Dalam komunike pasca-pertemuan tahun lalu, para menteri G-7 menyatakan "berkomitmen lebih jauh terhadap tujuan mencapai dekarbonisasi sebagian besar sektor listrik pada 2035."
Jepang tampaknya enggan mengadopsi proposal baru itu karena masih mengandalkan batu bara yang mengambil proporsoi sekitar 19 persen dalam bauran energinya pada tahun fiskal 2030, sambung sumber itu.
Baca juga: PM Kishida dukung permintaan maaf ke Korsel atas agresi Jepang
Meskipun menyatakan secara bertahap akan mengurangi tenaga batu bara dan kembali ke energi nuklir, Jepang masih belum menetapkan jalan untuk sepenuhnya melepaskan diri dari batu bara.
Ini karena sebagian besar pembangkit listrik tenaga nuklir Jepang masih belum beroperasi lagi setelah negara ini memberlakukan peraturan keselamatan yang lebih ketat setelah bencana nuklir Fukushima 2011 dan karena ada penentangan dari masyarakat setempat.
Yang menjadi fokus lain dalam pertemuan tingkat menteri mendatang adalah komitmen negara-negara G-7 dalam mempromosikan kendaraan nol emisi, termasuk apakah negara-negara itu bakal menetapkan target pangsa pasar kendaraan semacam itu atau bahkan kerangka waktu dalam menarik secara bertahap kendaraan berbahan bakar fosil.
Jepang, yang pabrik-pabrik domestiknya memiliki kekuatan dalam hibrida bensin-listrik dan hibrida plug-in, berselisih dengan sejumlah negara anggota G7 setelah Tokyo mengajukan proposal mengurangi separuh emisi karbon dioksida dari mobil pada 2035 dari tingkat yang dicapai pada 2000.
Jepang bertekad mengurangi emisi gas rumah kaca sampai sebesar 46 persen pada tahun fiskal 2030 dibandingkan dengan tingkat emisi pada tahun fiskal 2013. Tekad itu termasuk memangkas tingkat emisi sektor transportasi sampai 35 persen.
Anggota G-7 adalah Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Amerika Serikat, plus Uni Eropa.
Baca juga: Jepang cari dukungan G7 tentang pembuangan air olahan Fukushima
Sumber: Kyodo-OANA
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2023
Tags: