Anggota DPR sebut MK tak sepatutnya mengadili UU MK
29 Maret 2023 14:40 WIB
Tangkapan layar Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani dalam Rapat Kerja (Raker) antara Menkumham RI dengan Komisi III DPR, di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (29/3/2023). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan bahwa majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak sepatutnya mengadili Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, sehingga sebaiknya dibentuk majelis hakim ad hoc untuk menangani perkara tersebut.
“Hakim itu tidak boleh mengadili perkaranya sendiri, sehingga kalau ada uji materi terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, tidak sepatutnya hakim MK yang permanen itu yang kemudian memeriksa dan mengadili,” ucap Arsul Sani dalam Rapat Kerja (Raker) antara Menkumham RI dengan Komisi III DPR, di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Arsul Sani menjadikan asas nemo judex in causa sua sebagai dasar dari pernyataannya. Asas tersebut, apabila diterjemahkan dari bahasa Latin, berarti tidak boleh ada yang menjadi hakim untuk perkaranya sendiri.
Di sisi lain, juga terdapat asas ius curia novit atau curia novit jus yang berarti hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.
“Sehingga hakim harus menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya,” ucap Arsul Sani.
Ia berpandangan bahwa sebaiknya dibentuk majelis hakim ad hoc agar kedua asas tersebut dapat diimplementasikan dengan baik dalam melakukan uji formil maupun materiel terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
“Ini harus kita selesaikan di revisi Undang-Undang MK nanti,” ucapnya.
Oleh karena itu, Arsul Sani mengusulkan agar dalam revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga mencantumkan pembentukan majelis hakim ad hoc untuk menangani perkara uji formil maupun materiil terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Komisi Yudisial, Undang-Undang Mahkamah Agung, dan undang-undang lainnya yang menyangkut lembaga peradilan.
“Maka, kalau (menguji) Undang-Undang MK, harus dibentuk majelis hakim ad hoc. Bukan permanent sitting judges yang ada yang ada di (perkara) Undang-Undang MK, sehingga tidak melanggar asas nemo judex tadi,” ujar Arsul Sani.
“Hakim itu tidak boleh mengadili perkaranya sendiri, sehingga kalau ada uji materi terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, tidak sepatutnya hakim MK yang permanen itu yang kemudian memeriksa dan mengadili,” ucap Arsul Sani dalam Rapat Kerja (Raker) antara Menkumham RI dengan Komisi III DPR, di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Arsul Sani menjadikan asas nemo judex in causa sua sebagai dasar dari pernyataannya. Asas tersebut, apabila diterjemahkan dari bahasa Latin, berarti tidak boleh ada yang menjadi hakim untuk perkaranya sendiri.
Di sisi lain, juga terdapat asas ius curia novit atau curia novit jus yang berarti hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga pengadilan tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili perkara.
“Sehingga hakim harus menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya,” ucap Arsul Sani.
Ia berpandangan bahwa sebaiknya dibentuk majelis hakim ad hoc agar kedua asas tersebut dapat diimplementasikan dengan baik dalam melakukan uji formil maupun materiel terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
“Ini harus kita selesaikan di revisi Undang-Undang MK nanti,” ucapnya.
Oleh karena itu, Arsul Sani mengusulkan agar dalam revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi juga mencantumkan pembentukan majelis hakim ad hoc untuk menangani perkara uji formil maupun materiil terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Komisi Yudisial, Undang-Undang Mahkamah Agung, dan undang-undang lainnya yang menyangkut lembaga peradilan.
“Maka, kalau (menguji) Undang-Undang MK, harus dibentuk majelis hakim ad hoc. Bukan permanent sitting judges yang ada yang ada di (perkara) Undang-Undang MK, sehingga tidak melanggar asas nemo judex tadi,” ujar Arsul Sani.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023
Tags: