Bicara Udara dorong upaya preventif atasi dampak polusi udara
28 Maret 2023 17:57 WIB
Ilustrasi: Sejumlah kendaraan bermotor melintas di jalan lingkar selatan yang diselimuti kabut asap pekat di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj. (ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S)
Jakarta (ANTARA) - Komunitas Bicara Udara mengajak semua pihak untuk melakukan upaya promotif dan preventif guna mengatasi dampak polusi udara sehingga dapat mengurangi beban BPJS Kesehatan.
"Kami percaya bahwa dengan meningkatkan kesadaran publik dan tekanan untuk perubahan kebijakan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi generasi mendatang," kata Co-Founder Bicara Udara, Novita Natalia, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Polusi udara, lanjutnya, tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tapi juga memberikan tekanan pada keuangan negara melalui anggaran BPJS yang menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara.
Ia mengatakan faktor risiko polusi udara terhadap penyakit respirasi seperti pneumonia, tuberkulosis, asma, kanker paru, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), cukup tinggi.
PPOK, menurut dia, memiliki risiko 36,6 persen, pneumonia 32 persen, asma 27,95 persen, kanker paru 12,5 persen, dan tuberkulosis 12,2 persen.
Menurut data BPJS Kesehatan, selama periode 2018-2022 pneumonia menelan biaya sebesar Rp8,7 triliun, tuberkulosis Rp5,2 triliun, PPOK Rp1,8 triliun, asma Rp1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar.
Baca juga: Menkes ingatkan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kualitas udara
Tercatat Jawa Barat menjadi provinsi dengan anggaran BPJS Kesehatan tertinggi untuk penyakit respirasi mencapai Rp1 triliun, disusul Jawa Tengah Rp600 miliar, Jawa Timur Rp597 miliar, DKI Jakarta Rp410 miliar, dan Sumatera Utara Rp244 miliar.
Novita mengatakan permasalahan polusi udara tidak bisa hanya ditangani oleh satu-dua pihak saja, melainkan butuh kerja sama dari semua elemen, termasuk masyarakat.
"Dalam menghadapi tantangan ini sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait, menjadi kunci utama dalam menciptakan udara bersih dan kehidupan yang lebih sehat bagi seluruh warga Indonesia," tuturnya.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sekaligus Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Agus Dwi Susanto juga menekankan pentingnya pencegahan dalam upaya mengatasi permasalahan polusi udara.
"Polusi udara terbukti menimbulkan masalah respirasi atau paru dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus dilakukan semua pihak sehingga kasus respirasi dapat dikurangi," katanya.
Baca juga: Polusi pangkas 2,5 tahun usia hidup orang Indonesia
"Kami percaya bahwa dengan meningkatkan kesadaran publik dan tekanan untuk perubahan kebijakan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi generasi mendatang," kata Co-Founder Bicara Udara, Novita Natalia, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Polusi udara, lanjutnya, tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tapi juga memberikan tekanan pada keuangan negara melalui anggaran BPJS yang menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara.
Ia mengatakan faktor risiko polusi udara terhadap penyakit respirasi seperti pneumonia, tuberkulosis, asma, kanker paru, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), cukup tinggi.
PPOK, menurut dia, memiliki risiko 36,6 persen, pneumonia 32 persen, asma 27,95 persen, kanker paru 12,5 persen, dan tuberkulosis 12,2 persen.
Menurut data BPJS Kesehatan, selama periode 2018-2022 pneumonia menelan biaya sebesar Rp8,7 triliun, tuberkulosis Rp5,2 triliun, PPOK Rp1,8 triliun, asma Rp1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar.
Baca juga: Menkes ingatkan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kualitas udara
Tercatat Jawa Barat menjadi provinsi dengan anggaran BPJS Kesehatan tertinggi untuk penyakit respirasi mencapai Rp1 triliun, disusul Jawa Tengah Rp600 miliar, Jawa Timur Rp597 miliar, DKI Jakarta Rp410 miliar, dan Sumatera Utara Rp244 miliar.
Novita mengatakan permasalahan polusi udara tidak bisa hanya ditangani oleh satu-dua pihak saja, melainkan butuh kerja sama dari semua elemen, termasuk masyarakat.
"Dalam menghadapi tantangan ini sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan berbagai pihak terkait, menjadi kunci utama dalam menciptakan udara bersih dan kehidupan yang lebih sehat bagi seluruh warga Indonesia," tuturnya.
Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) sekaligus Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Agus Dwi Susanto juga menekankan pentingnya pencegahan dalam upaya mengatasi permasalahan polusi udara.
"Polusi udara terbukti menimbulkan masalah respirasi atau paru dan pernapasan. Upaya pencegahan dengan menurunkan polusi udara harus dilakukan semua pihak sehingga kasus respirasi dapat dikurangi," katanya.
Baca juga: Polusi pangkas 2,5 tahun usia hidup orang Indonesia
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023
Tags: