Psikolog yang juga dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Depok, Dian Wisnuwardhani menekankan pentingnya peran keluarga untuk mencegah tawuran remaja yang marak terjadi bahkan saat bulan Ramadhan 1444 H.
"Ketika seorang remaja melakukan kesalahan, pilihan ada dua, mengajak berdiskusi atau memberi hukuman," kata Dosen dan Psikolog Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi UI, Dian yang dihubungi di Jakarta, Selasa.
Keluarga perlu mempertimbangkan pentingnya berdiskusi dengan anak agar terhindar dari kekerasan antarkelompok, katanya.
Dian menjelaskan, ketika anak langsung dihukum, maka ia tidak diberi kesempatan untuk memikirkan kesalahannya dan berpikir secara rasional.
Ketika diajak berdiskusi, anak diberi keleluasaan untuk berpikir dan diberitahu risiko perbuatannya, karena orang tua masih bertanggung jawab 100 persen kepada anak usia remaja.
Anak juga perlu diberi edukasi oleh orang tua, karena keluarga menjadi tempat bernaung anak selama hidupnya, apakah itu dengan orang tua atau keluarga besar seperti kakek, nenek, bibi, atau paman.
Dia juga mengatakan, keluarga harus kompak dalam mendidik anak tentang pergaulan di luar rumah.
Dian menjelaskan, remaja cenderung mencari lingkungan pertemanan diluar keluarga sebagai tempat bernaung yang paling nyaman.
Ketika remaja merasa memiliki banyak kemiripan baik dari segi fisik, minat, maupun hobi dengan kelompok pertemanannya, maka apapun yang dilakukan oleh kelompok, dia akan mengikutinya.
Kesamaan itulah yang menurut mereka arti teman sesungguhnya, sehingga cenderung ingin melakukan segala sesuatu bersama-sama.
Lingkungan guru dan orang tua memang bisa dipilih sebagai tempat belajar, tetapi remaja cenderung merasa tidak bisa mengembangkan diri karena lebih banyak dilarang.
Sedangkan di kelompok pertemanannya, mereka dapat memenuhi rasa ingin tahu karena bisa langsung mencoba dan melakukan minatnya bersama-sama.
Dian mengatakan, momentum Ramadhan bisa dimanfaatkan oleh orang tua untuk mengajarkan bagaimana bersikap dan berperilaku di tengah masyarakat, karena itu jauh lebih penting daripada hanya menghapal teori-teori di buku pelajaran.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mencatat delapan aksi tawuran remaja dan warga di DKI Jakarta pada awal Ramadhan 1444 H.
Salah satunya di Pasar Gili Palmerah, Jakarta Barat pada Kamis (23/3) yang mengakibatkan seorang warga berinisial MJ (29) meninggal dunia.
Dian mengatakan, dari kejadian di Palmerah, seharusnya menjadi pembelajaran bersama pihak sekolah dan orang tua, juga murid tentang apa yang harus dilakukan, karena tawuran juga bisa mempengaruhi nama baik sekolah.
Pihak sekolah juga bisa mempertimbangkan pendampingan dari psikolog untuk memperbaiki perilaku yang sudah terjadi karena menurut dia memperbaiki lebih susah daripada membentuk perilaku.
"Butuh proses konseling yang panjang dan konsisten", ujar Dian.
"Ketika seorang remaja melakukan kesalahan, pilihan ada dua, mengajak berdiskusi atau memberi hukuman," kata Dosen dan Psikolog Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi UI, Dian yang dihubungi di Jakarta, Selasa.
Keluarga perlu mempertimbangkan pentingnya berdiskusi dengan anak agar terhindar dari kekerasan antarkelompok, katanya.
Dian menjelaskan, ketika anak langsung dihukum, maka ia tidak diberi kesempatan untuk memikirkan kesalahannya dan berpikir secara rasional.
Ketika diajak berdiskusi, anak diberi keleluasaan untuk berpikir dan diberitahu risiko perbuatannya, karena orang tua masih bertanggung jawab 100 persen kepada anak usia remaja.
Anak juga perlu diberi edukasi oleh orang tua, karena keluarga menjadi tempat bernaung anak selama hidupnya, apakah itu dengan orang tua atau keluarga besar seperti kakek, nenek, bibi, atau paman.
Dia juga mengatakan, keluarga harus kompak dalam mendidik anak tentang pergaulan di luar rumah.
Dian menjelaskan, remaja cenderung mencari lingkungan pertemanan diluar keluarga sebagai tempat bernaung yang paling nyaman.
Ketika remaja merasa memiliki banyak kemiripan baik dari segi fisik, minat, maupun hobi dengan kelompok pertemanannya, maka apapun yang dilakukan oleh kelompok, dia akan mengikutinya.
Kesamaan itulah yang menurut mereka arti teman sesungguhnya, sehingga cenderung ingin melakukan segala sesuatu bersama-sama.
Lingkungan guru dan orang tua memang bisa dipilih sebagai tempat belajar, tetapi remaja cenderung merasa tidak bisa mengembangkan diri karena lebih banyak dilarang.
Sedangkan di kelompok pertemanannya, mereka dapat memenuhi rasa ingin tahu karena bisa langsung mencoba dan melakukan minatnya bersama-sama.
Dian mengatakan, momentum Ramadhan bisa dimanfaatkan oleh orang tua untuk mengajarkan bagaimana bersikap dan berperilaku di tengah masyarakat, karena itu jauh lebih penting daripada hanya menghapal teori-teori di buku pelajaran.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mencatat delapan aksi tawuran remaja dan warga di DKI Jakarta pada awal Ramadhan 1444 H.
Salah satunya di Pasar Gili Palmerah, Jakarta Barat pada Kamis (23/3) yang mengakibatkan seorang warga berinisial MJ (29) meninggal dunia.
Dian mengatakan, dari kejadian di Palmerah, seharusnya menjadi pembelajaran bersama pihak sekolah dan orang tua, juga murid tentang apa yang harus dilakukan, karena tawuran juga bisa mempengaruhi nama baik sekolah.
Pihak sekolah juga bisa mempertimbangkan pendampingan dari psikolog untuk memperbaiki perilaku yang sudah terjadi karena menurut dia memperbaiki lebih susah daripada membentuk perilaku.
"Butuh proses konseling yang panjang dan konsisten", ujar Dian.