Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan mata uang digital bank sentral alias central bank digital currency (CBDC) perlu dipromosikan di negara-negara ASEAN, seiring dengan perkembangan aset kripto yang begitu cepat saat ini.

"Kami berkewajiban untuk mempercepat pengembangan mata uang digital bank sentral," kata Perry dalam acara High Level Seminar From ASEAN to The World bertajuk "Payment System in Digital Era" di Badung, Bali, Selasa.

Hal tersebut karena pada akhirnya, aset digital swasta membutuhkan referensi satuan hitung dari mata uang digital yang berdaulat.

Dalam pengembangan mata uang digital bank sentral yang akan disebut rupiah digital, ia menyebutkan Indonesia telah melewati tahap peluncuran Consultative Paper. Consultative Paper Rupiah Digital Tahap I diterbitkan pada 31 Januari 2023 dengan judul Proyek Garuda: Wholesale Rupiah Digital Cash Ledger.

Consultative Paper merupakan tindak lanjut dari penerbitan White Paper Proyek Garuda yang diluncurkan BI pada 30 November 2022 dan merupakan desain pengembangan rupiah digital di tahapan immediate state, yaitu wholesale rupiah digital cash ledger.

Selanjutnya pada pertengahan tahun ini, BI akan mulai mengembangkan desain proyek rupiah digital di bawah proyek Garuda.

Dengan demikian di masa mendatang, Perry menegaskan rupiah digital akan menjadi satu-satunya mata uang digital berdaulat untuk aset digital yang digunakan sebagai referensi aset digital swasta sebagai satuan hitung.

"Ini yang perlu terus kami kejar sebagai pendekatan dalam menangani aset keuangan digital," tuturnya.

Selain itu, dia mengatakan pihaknya juga akan bekerja sama dengan regulator dan lembaga internasional lainnya dalam mengatur serta mengawasi aset keuangan digital.

Baca juga: BI akan terbitkan proof of concept Digital Rupiah di Juli 2023
Baca juga: Kemenkeu: UU P2SK perjelas penerbitan rupiah digital oleh BI
Baca juga: BI: Rupiah digital bisa digunakan untuk membeli barang di metaverse