Jakarta (ANTARA) - Siapa sangka setelah pandemi COVID-19 industri aset kripto (crypto) di Indonesia terus bergeliat di tengah situasi makroekonomi global yang tak menentu.

Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), total jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 16,99 juta orang hingga Februari 2023. Jumlah tersebut bertambah 13.000 orang dibandingkan pada Januari 2022.

Nilai transaksi perdagangan aset kripto di Indonesia pun mengalami kenaikan sejak awal tahun 2023. Tercatat pada Februari 2023, nilai transaksi kripto mencapai Rp13,8 triliun. Jumlah angka tersebut naik 13,7 persen dibandingkan Januari 2023 yang hanya sebesar Rp12,14 triliun.

Bahkan, menurut VP Corporate Communication Tokocrypto, Rieka Handayani, pasar kripto di Indonesia terpantau bangkit kembali sejak awal tahun ini.

Momen ini dimanfaatkan baik oleh investor maupun trader untuk kembali meramaikan pasar, terlebih harga aset kripto sedang mengalami tren meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Menurut Rieka, ada indikasi peningkatan transaksi. Volume transaksi aset kripto, terutama Bitcoin mengalami pertumbuhan yang berkelanjutan dimulai awal tahun 2023.

Pergerakan kripto saat ini didasari oleh pertumbuhan inflasi AS yang melambat, kenaikan suku bunga hingga krisis perbankan.

Market kripto yang positif juga membawa dampak baik untuk sejumlah pemain di industri kripto yang mengalami pertumbuhan untuk trading volume sejak awal tahun ini.

Secara kolektif market kripto kemungkinan besar memang memiliki potensi untuk bergerak positif dalam jangka panjang. Kenaikan transaksi diperkirakan akan terjadi seiring dengan situasi makroekonomi yang kembali stabil.

Untuk itu, investor memerlukan strategi yang cermat dan selalu melakukan riset dalam mengambil keputusan investasi aset apa pun.


Generasi Muda

Pertumbuhan industri kripto di Indonesia didorong oleh tingginya animo generasi muda yang sudah melek investasi. Berdasarkan data Bappebti, demografi pelanggan aset kripto di Indonesia pada tahun 2022 didominasi oleh generasi muda di rentang usia 18-24 tahun (28,2 persen) dan 25-30 tahun (28,5 persen).

Menariknya, untuk kelompok profesi pelajar/mahasiswa (23,5 persen) menjadi salah satu yang paling dominan dalam latar belakang investor aset kripto di Tanah Air. Demografi rata-rata nilai transaksi aset kripto pada tahun 2022 pun menunjukkan sebesar 64,6 persen banyak yang bertransaksi di bawah Rp500.000. Dan transaksi tertinggi di atas lebih dari Rp100 juta hanya sekitar 4,1 persen.

Memang, saat ini kripto menjadi jenis investasi yang paling umum untuk milenial, setara dengan saham dan reksadana. Banyak generasi muda melihat peluang untuk mencapai tujuan keuangan yang baik di masa depan melalui kripto.

Mereka sebagian besar percaya bahwa akan ada pengembalian (return) yang besar, di samping risiko yang akan dihadapi. Barrier to entry yang sangat kecil dan kemudahan akses ke platform investasi kripto juga menjadi daya tarik tingginya minat investor muda.

Kenyamanan investor muda dan generasi lainnya melakukan transaksi perdagangan kripto, dipermudah dengan terus meningkatnya pelayanan dan produk oleh platform jual beli bitcoin dan aset kripto lainnya di Indonesia.

Investor atau trader kini bisa memanfaatkan berbagai kemudahan dan fitur ketika harga aset kripto tertentu sudah mencapai target. Bahkan, tak jarang pengguna bisa mendapatkan notifikasi yang muncul secara real-time ketika harga sudah menyentuh target yang telah ditentukan. Dengan begitu, pengguna tidak ketinggalan momentum beli dan jual di harga yang sesuai.


Semangat perempuan

Aset kripto, NFT, metaverse, dan DeFi, yang semuanya didukung oleh teknologi blockchain, menunjukkan meningkatnya popularitas adopsi kripto di seluruh dunia.

Kripto dan blockchain pun dituntut harus menguntungkan semua individu dengan menciptakan lebih banyak peluang kerja, menghilangkan hambatan terhadap kemandirian finansial dan sarana lain bagi orang-orang dari latar belakang dan pengalaman yang berbeda.

Maka kemudian perempuan menjadi segmen potensial dalam perkembangan industri kripto maupun teknologi blockchain secara keseluruhan dengan mengusung semangat keberagaman dan inklusivitas.

Perempuan kini mempunyai peran yang kuat dalam pertumbuhan industri kripto, bahkan web3 dan blockchain, baik sebagai investor, founder startup, developer, kreator, dan lainnya.

Web3 adalah generasi ketiga dari evolusi web yang berbasis blockchain dengan sistem yang terdesentralisasi. Sedangkan blockchain adalah teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan secara digital yang terhubung dengan kriptografi.

Dunia teknologi informasi telah membuka peluang baru bagi semua orang untuk berpartisipasi di dalamnya dengan lebih terbuka dan transparan. Namun, terlepas dari manfaat potensial dari teknologi baru ini, perempuan terkadang menghadapi tantangan unik di ruang web3.

Dari kurangnya keragaman dalam industri hingga bias gender, perempuan menghadapi kendala signifikan yang dapat mempersulit mereka untuk berkembang di dunia yang terdesentralisasi.

Boston Consulting Group (BCG) dan People of Crypto Lab melakukan riset untuk melihat keragaman gender dari pendiri dan investor Web3. Studi tersebut menggunakan database dari Crunchbase yang terdiri dari hampir 2.800 peserta global.

Hasilnya mencolok. Hanya 13 persen startup web3 menyertakan pendiri perempuan, dan hanya 3 persen perusahaan yang memiliki tim khusus perempuan.

Mengenai perusahaan yang telah mengumpulkan lebih dari 100 juta dolar AS, tidak ada tim pendiri yang semuanya perempuan. Semua statistik ini lebih buruk dari rata-rata untuk startup pada umumnya.

Sementara pangsa perempuan lebih tinggi sekitar 27 persen di perusahaan web3, mereka sering ditemukan dalam peran nonteknis, seperti SDM dan pemasaran.

Saat web3 terus berkembang, stigma terhadap perempuan di industri teknologi mengalami perubahan. Founder and CEO of Back2our, Mutia Rachmi, memberi saran bagi para perempuan yang ingin serius untuk mendalami industri kripto dan dunia web3, baik sebagai jalan karier atau berkarya maka harus siap mengubah pola pikir yang membuat diri mereka takut untuk berkembang.

"Kita harus tahu dulu kekuatan kita. kalau kita terjebak dalam stigma, bahwa perempuan tidak cocok masuk ke tech industry. Jika kita bisa, mungkin barrier akan lebih mudah untuk menjadi bagian industri ini," kata Mutia Rachmi.

Pemerintah kemudian menjadi kunci untuk menggarap potensi teknologi ini dan pihak swasta harus diberikan ekosistem pendukung dalam mengembangkan produknya agar lebih baik lagi, sehingga industri ini ke depan akan berkembang pesat.

Semua pihak mulai berkontribusi di blockchain dan lebih spesifik lagi kripto. Adopsi kripto menjadi awal industri berkembang. Masyarakat awam yang paham terkait kripto dan blockchain, trennya akan semakin positif ke depan.