Tingginya permintaan gula aren pada Ramadan itu dipastikan dapat menggulirkan ekonomi masyarakat pedesaan.
Selama ini, wilayah Kabupaten Lebak merupakan sentra produksi gula aren karena didukung perkebunan nira atau pohon kaung.
Selain itu juga masyarakatnya daerah ini banyak yang mengembangkan perkebunan nira untuk memproduksi gula aren.
"Kami menampung gula aren dari perajin sebanyak 148 orang dengan lahan perkebunan nira seluas 170 hektare,"katanya.
Menurut dia, produksi gula aren dari Kabupaten Lebak dipasok ke Pasar Rangkasbitung dan pedagang oleh-oleh khas daerah.
Selain itu juga dipasok ke beberapa daerah lainnya, seperti Bogor, Jakarta, Tangerang hingga Bandung.
Mereka perajin gula aren menjual ke penampung bervariasi tergantung kualitas mulai Rp 250 ribu sampai Rp 350 ribu per toros atau lima ikat gula aren.
Selama ini, komoditi gula aren Kabupaten Lebak memiliki kualitas, karena produksinya organik tanpa menggunakan bahan kimia mulai dari hulu perkebunan nira tanpa menggunakan pupuk kimia.
Selain itu juga produksinya menggunakan peralatan manual, sehingga rasa gula aren cukup manis juga beraroma.
"Kami pada Ramadan ini merasa kewalahan melayani permintaan pasar, "katanya menjelaskan.
Mereka konsumen yang membeli gula aren dengan jumlah banyak itu dari luar daerah untuk dijadikan oleh-oleh atau "buah tangan".
Pemerintah Kabupaten Lebak menetapkan gula aren menjadi produk unggulan daerah dan mereka pelaku UMKM tersebar di Kecamatan Sobang, Cijaku, Cigemblong, Cihara, Malingping, Panggarangan, Bayah, Cilograng, Cibeber, Leuwidamar, Cirinten, Muncang, dan Lebak Gedong.
"Kami mencatat 5.815 perajin gula aren dengan omzet hingga menembus Rp96,65 miliar per tahun, " katanya menambahkan.
Baca juga: Mengangkat gula aren jadi produk unggulan di pedesaan Lebak
Baca juga: Gula aren dari Pacitan menembus pasar Eurasia