Rupiah menguat seiring kebijakan moneter AS yang tidak terlalu agresif
24 Maret 2023 09:29 WIB
Petugas menunjukkan uang dolar AS dan uang rupiah di salah satu kantor cabang PT. Bank Mandiri Persero Tbk, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta merosot 33 poin atau 0,22 persen ke posisi Rp15.003 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp14.970 per dolar AS. ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom (ANTARA FOTO/RENO ESNIR)
Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada akhir pekan menguat seiring Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed mengindikasikan kebijakan moneter yang tidak terlalu agresif.
Rupiah pada Jumat pagi dibuka naik 176 poin atau 1,15 persen ke posisi Rp15.169 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.345 per dolar AS.
"Rupiah berpeluang menguat terhadap dolar AS karena The Fed mengindikasikan kebijakan pengetatan yang tidak terlalu agresif pada pengumuman keputusan kebijakan moneternya di Kamis dini hari kemarin," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi ANTARA di Jakarta.
Baca juga: Rupiah meningkat seiring naiknya selera pasar terhadap aset berisiko
Ariston menuturkan pasar sekarang berekspektasi mungkin suku bunga acuan AS tidak akan dinaikkan pada rapat berikutnya dan mungkin hanya naik satu kali lagi tahun ini.
The Fed menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin pada Rabu (22/3/2023), tetapi menghilangkan bahasa tentang "peningkatan yang sedang berlangsung" yang diperlukan untuk mendukung "beberapa kenaikan tambahan".
Kenaikan The Fed penting mengingat bahwa pasar keuangan telah bergolak oleh kepercayaan yang goyah terhadap bank-bank secara global menyusul penarikan dana besar-besar di Silicon Valley Bank di AS dua minggu lalu dan kematian mendadak Credit Suisse di Swiss.
Menurut Ariston, krisis perbankan di AS yang sedang berlangsung menjadi faktor dari kebijakan yang tidak agresif tersebut. Tiga bank di Amerika Serikat (AS) ditutup, yakni Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank, dan Signature Bank.
Tapi di sisi lain, krisis perbankan itu memicu kehati-hatian pelaku pasar untuk masuk ke aset berisiko. Pasar masih mencermati perkembangan krisis tersebut, apakah pemerintah yang bersangkutan bisa mengatasinya atau krisis malah menyebar ke berbagai negara.
"Kehati-hatian ini bisa mendorong pelemahan aset berisiko seperti rupiah," ujarnya.
Baca juga: Dolar stabil di awal sesi Asia setelah Fed isyaratkan jeda suku bunga
Ia memperkirakan kurs rupiah berpeluang menguat ke arah Rp15.300 per dolar AS dengan potensi resisten di sekitar Rp15.380 per dolar AS.
Pada Selasa (21/3) rupiah ditutup naik 15 poin atau 0,10 persen ke posisi Rp15.345 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.360 per dolar AS.
Rupiah pada Jumat pagi dibuka naik 176 poin atau 1,15 persen ke posisi Rp15.169 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.345 per dolar AS.
"Rupiah berpeluang menguat terhadap dolar AS karena The Fed mengindikasikan kebijakan pengetatan yang tidak terlalu agresif pada pengumuman keputusan kebijakan moneternya di Kamis dini hari kemarin," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra saat dihubungi ANTARA di Jakarta.
Baca juga: Rupiah meningkat seiring naiknya selera pasar terhadap aset berisiko
Ariston menuturkan pasar sekarang berekspektasi mungkin suku bunga acuan AS tidak akan dinaikkan pada rapat berikutnya dan mungkin hanya naik satu kali lagi tahun ini.
The Fed menaikkan suku bunga acuannya 25 basis poin pada Rabu (22/3/2023), tetapi menghilangkan bahasa tentang "peningkatan yang sedang berlangsung" yang diperlukan untuk mendukung "beberapa kenaikan tambahan".
Kenaikan The Fed penting mengingat bahwa pasar keuangan telah bergolak oleh kepercayaan yang goyah terhadap bank-bank secara global menyusul penarikan dana besar-besar di Silicon Valley Bank di AS dua minggu lalu dan kematian mendadak Credit Suisse di Swiss.
Menurut Ariston, krisis perbankan di AS yang sedang berlangsung menjadi faktor dari kebijakan yang tidak agresif tersebut. Tiga bank di Amerika Serikat (AS) ditutup, yakni Silicon Valley Bank (SVB), Silvergate Bank, dan Signature Bank.
Tapi di sisi lain, krisis perbankan itu memicu kehati-hatian pelaku pasar untuk masuk ke aset berisiko. Pasar masih mencermati perkembangan krisis tersebut, apakah pemerintah yang bersangkutan bisa mengatasinya atau krisis malah menyebar ke berbagai negara.
"Kehati-hatian ini bisa mendorong pelemahan aset berisiko seperti rupiah," ujarnya.
Baca juga: Dolar stabil di awal sesi Asia setelah Fed isyaratkan jeda suku bunga
Ia memperkirakan kurs rupiah berpeluang menguat ke arah Rp15.300 per dolar AS dengan potensi resisten di sekitar Rp15.380 per dolar AS.
Pada Selasa (21/3) rupiah ditutup naik 15 poin atau 0,10 persen ke posisi Rp15.345 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.360 per dolar AS.
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023
Tags: