Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) bersama PwC Indonesia dan pemangku kepentingan terkait membahas mekanisme perdagangan karbon dalam diskusi panel untuk mendukung pemerintah dalam mencapai net zero emission pada 2060.

"Acara ini bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran pikiran dan pengalaman terkait pelaksanaan teknis perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik, terutama dalam melaksanakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022," kata Assurance Partner PwC Indonesia Yanto Kamarudin dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.

Topik yang dibahas dalam diskusi panel tersebut meliputi mekanisme perdagangan karbon secara umum, pelaksanaan teknis dalam perdagangan karbon pada subsektor pembangkit tenaga listrik, mekanisme perdagangan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE PU) antar perusahaan produsen listrik, serta hubungan antara mandatory carbon market dan voluntary carbon market.

Sebagai hasil diskusi itu, APLSI dan PwC Indonesia akan menerbitkan Carbon Market Manual, yang diharapkan menjadi referensi praktis bagi pelaku usaha dalam melaksanakan perdagangan karbon di Indonesia.

Yanto mengatakan untuk mencapai net zero emission pada 2060, diperlukan antara lain transisi energi ke energi yang lebih bersih dan penurunan emisi karbon melalui mekanisme nilai ekonomi karbon.

Sejalan dengan target pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi, maka perdagangan karbon di sub sektor pembangkit listrik sudah dimulai pada 2023. Ambisi menurunkan emisi melalui instrumen perdagangan karbon memerlukan instrumen teknis serta peraturan pendukung untuk memperlancar langkah tersebut.

Oleh karena itu, menurut dia, kolaborasi bersama dari pemerintah, swasta, asosiasi, dan pemangku kepentingan diperlukan agar pelaksanaan perdagangan karbon dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

Sementara Ketua Umum APLSI Arthur Simatupang menekankan pentingnya interaksi para pemangku kepentingan agar pasar karbon menjadi salah satu wujud upaya aksi mitigasi perubahan iklim.

"APLSI terus berupaya menjadi strategic think-tank yang dapat membantu agar implementasi perdagangan karbon berjalan lancar sesuai inisiatif dari pemerintah," ujarnya.

Ia menuturkan APLSI siap berkolaborasi dengan pemerintah dan berdialog memberikan masukan misalnya melalui Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi untuk memastikan perdagangan karbon menjadi salah satu inisiatif pionir dalam mengurangi emisi dan menciptakan peluang bisnis yang lebih luas di sektor hijau.

Dalam diskusi panel itu, beberapa poin penting yang disampaikan antara lain mengenai kesiapan regulasi dan aturan teknis yang telah disiapkan oleh Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam perdagangan karbon di sektor listrik.

Selain itu, diskusi juga mencakup potensi cross-sector trading, dengan mempertimbangkan bahwa Indonesia kaya akan sumber daya ekonomi hijau, terutama di sektor kehutanan.

Arthur juga mengatakan pentingnya melihat perspektif dan benchmarking dari negara-negara lain yang telah berhasil mengimplementasikan perdagangan karbon, serta mengidentifikasi tantangan dan faktor-faktor keberhasilan dalam penerapannya.

Melalui kerja sama antara APLSI dan PwC Indonesia, serta dukungan dari pemerintah dan sektor swasta, diharapkan perdagangan karbon di Indonesia dapat menjadi instrumen efektif dalam upaya penurunan emisi dan mencapai target kontribusi yang telah ditetapkan secara nasional.

Baca juga: Erick Thohir puji kerja sama perdagangan karbon antara IDSurvey - BEI
Baca juga: Kementerian ESDM sebut 42 perusahaan jadi peserta perdagangan karbon
Baca juga: KLHK: Instrumen penetapan harga karbon anut prinsip "good governance"