Jakarta (ANTARA) - Semakin maraknya perhelatan festival atau konser musik di Tanah Air memberikan angin segar bagi industri hiburan sekaligus membawa pengaruh pada gaya hidup generasi COVID --sebutan bagi mereka yang tidak bisa keluar rumah termasuk mendatangi konser favorit karena terdampak pandemi dua tahun silam.

"Saya melihat secara makro industri ini tumbuh luar biasa baik dari sisi demand dan supply. Begitu pula secara pasar. Saya menyebutnya sebagai generasi COVID yaitu anak-anak muda yang saat ini akhirnya bisa merasakan kali pertama hadir ke festival atau konser musik untuk bersosialisasi," ungkap Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) Dino Hamid kepada ANTARA, Rabu.

Dino mengatakan dari segi pemasaran, antara penawaran dan permintaan industri hiburan musik saat ini sama-sama mengalami pertumbuhan luar biasa. Ia mencontohkan bahwa lima hingga sepuluh tahun lalu, festival besar bisa terhitung jari. Sementara saat ini, nyaris setiap pekan publik dimanjakan dengan berbagai jenis festival.

Baca juga: Semangat APMI kedepankan musisi lokal dan perkuat ekosistem musik

"Dulu mungkin kita bisa sebut hanya ada beberapa festival berskala besar seperti Synchronize, Java Jazz, We The Fest, atau Djakarta Warehouse Project. Impaknya sangat berasa dari begitu ada festival-festival besar seperti itu. Tetapi sekarang, setiap minggu berbagai macam judul hadir,” paparnya.

Lebih lanjut Dino mengutarakan bahwa secara sosio-kultural juga telah terjadi perubahan dari dua tahun lalu ketika masa pandemi orang di rumah saja kemudian berkembang ke masa ketika ada kesempatan menuju kembali normal.

Baca juga: APMI: kenali promotor sebelum beli tiket konser

Menurutnya gaya hidup masyarakat mengalami perkembangan utamanya generasi muda yang memang sejak lama menantikan hadirnya festival atau konser-konser musik variatif pascapandemi COVID-19. Bila meminjam istilah anak zaman sekarang, kata Dino, dikenal dengan sebutan FOMO (Fear of Missing Out).

“Ibaratnya kalau seseorang nggak hadir pada satu momentum tertentu yang sangat hits, maka hal itu mempengaruhi status sosialnya. Jadi ada lifestyle baru, nggak sekadar nonton konser artis idola tetapi juga update kehadiran di konser A, B, dan seterusnya. Apalagi kalau content primary di konser besar seperti BlackPink, Arctic Monkeys, atau Hammersonic yang lalu. Semacam ajang eksistensi bahwa di momentum besar itu harus hadir,” kata Dino menutup penjelasannya.

Baca juga: Kebiasaan penonton di Indonesia pengaruhi proses bubar konser