untuk itu, Eka mengajak berbagai pihak untuk mendiskusikan lebih lanjut rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, yang tertuang dalam Keputusan Presiden (KEPPRES) Nomor 25 Tahun 2022 yang dinilai akan memengaruhi tenaga kreatif. "Menurut kami mungkin bisa dibicarakan dengan baik, karena dampaknya dari daftar kami, dari desain komunikasi visual, film, animasi dan video, musik, MICE, industri penerbitan, periklanan tv dan radio serta iklan luar ruang," ujar Eka saat ditemui dalam forum grup diskusi yang digelar di Jakarta, Selasa.
Di dalam aturan itu, lanjut dia, terdapat dorongan pelarangan total iklan rokok, sementara mengingat industri tembakau atau perusahaan rokok di Indonesia merupakan anggota di asosiasi pengiklan yang turut serta mematuhi dan mengatur mekanisme kerja sesuai aturan serta etika yang berlaku.
Adapun, tambahnya, kontribusi industri tembakau pada semester I 2022 sebesar Rp4,5 triliun dan Rp9,1 triliun pada 2021 berdasarkan data Nielsen Indonesia.
"Jadi kalau kita lihat tabel kontribusi dari industri tembakau terhadap industri penerbitan dan periklanan nasional, dari total belanja iklan di 2022 sebesar rp 135 triliun, kontribusi industri tembakau mencapai Rp4,5 triliun," paparnya.
Dampak-dampak dari sub sektor tersebut yang menurutnya perlu dipertimbangkan bersama-sama.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio mengatakan, pihaknya melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 SPS) berupaya untuk memantau tayangan di televisi agar ramah anak dan remaja.
Baca juga: Gappri sebut PP 109/2012 masih sesuai diterapkan
Baca juga: Aktivis dorong pemerintah larang iklan rokok melalui internet