Manokwari, Papua Barat (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengatakan bahwa penanganan masalah stunting dan kemiskinan ekstrem di Provinsi Papua Barat membutuhkan kolaborasi lintas instansi.

Analis Kebijakan Ahli Madya Kemenko PMK, Erlia Rahmawati di Manokwari, Provinsi Papua Barat, Selasa, menjelaskan bahwa kolaborasi dan sinergi lintas pemangku kepentingan bertujuan untuk mengoptimalkan pelaksanaan program.

"Tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri melainkan secara bersama-sama," katanya.
Ia menjelaskan bahwa Presiden Jokowi menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem nol persen di seluruh Indonesia dapat tercapai pada 2024.

Hal tersebut sesuai Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 yang mengamatkan adanya keterpaduan program dan kerja sama antarkementerian/lembaga, pemerintah daerah, TNI-Polri, dan akademisi.

"Memang kelihatan berat tapi kami optimis bisa tercapai kalau melibatkan unsur pentahelix," katanya.

Untuk masalah stunting, kata Erlia, perlu adanya ketepatan intervensi program yang menyasar pada keluarga berisiko terpapar stunting, ehingga, prevalensi stunting di Papua Barat mampu diminimalisasi sesuai ekspektasi bersama.


"Harus ada upaya yang masif dalam penanganan stunting terutama keluarga berisiko," katanya.
Selain langkah konvergensi, menurut dia, tindakan pencegahan seperti edukasi dan sosialisasi kepada keluarga dan remaja juga perlu dilakukan dengan rutin.

Kemudian, pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas aparatur kampung agar berpartisipasi menurunkan prevalensi stunting dan kemiskinan ekstrem.


"Harus kerja bersama bukan sendiri-sendiri, termasuk masyarakat juga dilibatkan," kata Erlia Rahmawati.
Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua Barat Melkias Werinussa menyatakan pemerintah daerah akan menggulirkan bantuan sosial guna mengatasi masalah kemiskinan ekstrem pada tiga kabupaten yaitu Manokwari Selatan, Teluk Wondama, dan Teluk Bintuni.

Tingkat kemiskinan ekstrem, katanya, mengacu pada definisi Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu 1,9 dolar AS purchasing power parity (PPP) per kapita per hari lebih rendah dari ukuran tingkat kemiskinan yang digunakan BPS, yaitu 2,5 dolar AS PPP per kapita per hari.

"Kalau kita dorong dengan bansos dan kegiatan UMKM pasti akan meningkatkan pendapatan," katanya.

Ia menambahkan pemerintah provinsi dan kabupaten terus meningkatkan kolaborasi dalam menekan prevalensi stunting yang mencapai 30 persen.


Langkah perbaikan asupan gizi pada 1.000 hari kehidupan pertama menjadi prioritas utama agar bayi tumbuh sehat.
Tidak hanya itu, pemerintah daerah akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap rencana program intervensi masalah stunting.