Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar Hadjar mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta yang tidak menerapkan keadilan restoratif bagi tersangka Mario Dandy Satriyo (MDS) dan Shane Lukas (SL).

Menurut Fickar, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, langkah Kejati DKI Jakarta itu telah tepat untuk diberikan kepada MDS (20) dan SL (19) yang merupakan tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap D (17).

"Langkah Kejati tepat. Kemarin, keliru dia (mengusulkan keadilan restoratif)," ucapnya.

Fickar menyampaikan terdapat dua aspek dalam tindak pidana yaitu perbuatan serta kerugian dan keadilan restoratif hanya diterapkan pada aspek kerugian yang diderita korban.

"Sementara penuntutan hukum, itu harus tetap berjalan. Makanya, dikeluarkan Perma (Peraturan Mahkamah Agung) bahwa kasus (keadilan) restoratif enggak jalan, kalau tindak pidana yang ancamannya di bawah tujuh tahun," ujar dia.

Dalam kasus penganiayaan terhadap korban D itu, para pelaku terancam hukuman hingga 12 tahun penjara karena dijerat dengan Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat, sehingga menurut Fickar, dalam kasus tersebut tidak bisa diterapkan keadilan restoratif.

"Ini kan penganiayaan berat yang mengakibatkan orang sakit berat, walaupun tidak meninggal dunia, seperti diatur dalam Pasal 355 KUHP. Makanya, tidak bisa di-restorative justice tindak pidananya," ujar dia.

Fickar meminta masyarakat untuk terus mengawal kasus tersebut hingga memasuki tahapan persidangan.

"Harus dikawal sampai pengadilan," kata dia.

Sebelumnya, Kejati DKI Jakarta menutup peluang keadilan restoratif bagi tersangka MDS dan SL.

"Kedua tersangka MDS dan S tertutup peluang untuk diberikan penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif karena mengakibatkan korban tidak sadar atau luka berat sampai saat ini," kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Ade Sofyan.

Ade menambahkan mengingat kondisi korban masih belum sadarkan diri, ancaman hukuman terhadap dua tersangka itu lebih dari batas hukuman maksimal untuk penerapan keadilan restoratif.