Tragedi Kanjuruhan
Komnas HAM minta jaksa banding putusan PN Surabaya terkait Kanjuruhan
17 Maret 2023 19:45 WIB
Terdakwa mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi (kedua kanan), mantan Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan (ketiga kanan) dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto (keempat kanan) berjalan bersama untuk menjalani sidang vonis perkara tragedi Stadion Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Kamis (16/3/2023). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono/aww)
Jakarta (ANTARA) - Komnas HAM meminta jaksa penuntut umum melakukan banding atas putusan PN Surabaya terhadap tiga terdakwa dari pihak kepolisian terkait Tragedi Kanjuruhan, yang dua di antaranya divonis bebas dan seorang lain hanya divonis 1,5 tahun penjara.
"Komnas HAM menghargai putusan hakim. Akan tetapi, Komnas HAM juga meminta dan mendorong jaksa penuntut umum untuk melakukan upaya hukum lain, seperti banding dan kasasi," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing, seperti dikutip dari laman resmi Komnas HAM di Jakarta, Jumat.
Melalui upaya hukum tersebut, Uli Parulian berharap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dapat diperiksa ulang guna memastikan keadilan benar-benar tercapai bagi para korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
Dia mengatakan bahwa Komnas HAM berharap putusan banding nantinya dapat mengakomodasi restitusi, kompensasi serta rehabilitasi terhadap korban dan keluarganya.
"Komnas HAM berpendapat bahwa putusan tersebut belum memberikan rasa keadilan bagi para korban dan keluarga mereka yang kehilangan nyawa serta mengalami luka-luka dalam tragedi tersebut," jelasnya.
Baca juga: Anggota DPR dukung JPU banding atas vonis bebas Tragedi Kanjuruhan
Uli Parulian menyampaikan hal itu mengingat sejumlah fakta peristiwa yang menunjukkan peran para terdakwa dalam pengendalian massa hingga penembakan gas air mata menyebabkan kepanikan penonton hingga menyebabkan 135 orang meninggal dunia.
Menurut dia, tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang itu harus menjadi pengingat dan momentum bagi seluruh pemangku kepentingan agar mengutamakan hak asasi manusia (HAM) dalam setiap pengambilan tindakan dan kebijakan.
"Hal ini guna menghindari tindakan-tindakan kekerasan yang dapat membahayakan nyawa manusia serta memastikan kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan," ujarnya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (16/3), majelis hakim menjatuhkan vonis kepada mantan Danki 3 Brimob Polda Jatim Hasdarmawan 1,5 tahun. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman pidana tiga tahun penjara.
Sementara itu, dua polisi terdakwa lainnya, yaitu mantan kepala Satuan Samapta AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan kepala Bagian Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto bahkan divonis bebas.
Dalam sidang sebelumnya, terdakwa Abdul Haris yang merupakan Ketua Panpel Arema FC divonis 1,5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara; sedangkan terdakwa Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara yang juga lebih rendah dari tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara.
Baca juga: Wapres: Keluarga korban dapat ajukan banding atas vonis Kanjuruhan
Baca juga: Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan kecewa terhadap vonis terdakwa
"Komnas HAM menghargai putusan hakim. Akan tetapi, Komnas HAM juga meminta dan mendorong jaksa penuntut umum untuk melakukan upaya hukum lain, seperti banding dan kasasi," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing, seperti dikutip dari laman resmi Komnas HAM di Jakarta, Jumat.
Melalui upaya hukum tersebut, Uli Parulian berharap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dapat diperiksa ulang guna memastikan keadilan benar-benar tercapai bagi para korban dan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
Dia mengatakan bahwa Komnas HAM berharap putusan banding nantinya dapat mengakomodasi restitusi, kompensasi serta rehabilitasi terhadap korban dan keluarganya.
"Komnas HAM berpendapat bahwa putusan tersebut belum memberikan rasa keadilan bagi para korban dan keluarga mereka yang kehilangan nyawa serta mengalami luka-luka dalam tragedi tersebut," jelasnya.
Baca juga: Anggota DPR dukung JPU banding atas vonis bebas Tragedi Kanjuruhan
Uli Parulian menyampaikan hal itu mengingat sejumlah fakta peristiwa yang menunjukkan peran para terdakwa dalam pengendalian massa hingga penembakan gas air mata menyebabkan kepanikan penonton hingga menyebabkan 135 orang meninggal dunia.
Menurut dia, tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang itu harus menjadi pengingat dan momentum bagi seluruh pemangku kepentingan agar mengutamakan hak asasi manusia (HAM) dalam setiap pengambilan tindakan dan kebijakan.
"Hal ini guna menghindari tindakan-tindakan kekerasan yang dapat membahayakan nyawa manusia serta memastikan kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan," ujarnya.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (16/3), majelis hakim menjatuhkan vonis kepada mantan Danki 3 Brimob Polda Jatim Hasdarmawan 1,5 tahun. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut hukuman pidana tiga tahun penjara.
Sementara itu, dua polisi terdakwa lainnya, yaitu mantan kepala Satuan Samapta AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan kepala Bagian Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto bahkan divonis bebas.
Dalam sidang sebelumnya, terdakwa Abdul Haris yang merupakan Ketua Panpel Arema FC divonis 1,5 tahun penjara, lebih rendah dari tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara; sedangkan terdakwa Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara yang juga lebih rendah dari tuntutan JPU selama 6 tahun dan 8 bulan penjara.
Baca juga: Wapres: Keluarga korban dapat ajukan banding atas vonis Kanjuruhan
Baca juga: Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan kecewa terhadap vonis terdakwa
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2023
Tags: