Pemimpin Jepang-Korsel tingkatkan hubungan, berjanji saling kunjung
17 Maret 2023 08:53 WIB
FOTO FILE: Seorang petugas polisi berjaga dekat bendera nasional Jepang dan Korea Selatan di hotel, tempat kedutaan Korea Selatan di Jepang mengadakan resepsi untuk menandai peringatan 50 tahun normalisasi hubungan antara Seoul dan Tokyo, di Tokyo 22 Juni 2015. REUTERS/Toru Hanai/ File Foto
Tokyo (ANTARA) - Pemimpin Jepang dan Korea Selatan dalam pertemuan tingkat tinggi pada Kamis (16/3) sepakat untuk melanjutkan kunjungan timbal balik antarkedua negara, yang telah ditangguhkan selama 12 tahun, dan melanjutkan pembicaraan keamanan bilateral.
Kesepakatan itu diambil untuk membantu mengembalikan hubungan Jepang dan Korsel ke jalur yang benar dengan berusaha menyelesaikan perselisihan besar kedua negara tentang sengketa buruh masa perang.
Selama pembicaraan di Tokyo, Perdana Menteri Fumio Kishida dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeo menegaskan bahwa mereka akan mempertahankan "komunikasi yang erat" dan meningkatkan pertukaran pandangan dalam hal politik, ekonomi dan budaya.
Yoon adalah Presiden Korsel pertama yang mengunjungi Jepang dalam empat tahun.
Kunjungan Yoon ke Jepang selama dua hari dilakukan setelah Korea Selatan pekan lalu mengumumkan proposal untuk menyelesaikan masalah tenaga kerja masa perang.
Kishida menyebut keputusan itu sebagai "langkah besar" menuju perbaikan hubungan Tokyo-Seoul, yang menurut beberapa pakar memburuk ke ke tingkat terendah sejak akhir Perang Dunia II.
Pada konferensi pers bersama dengan Yoon setelah pembicaraan itu, Kishida mengatakan bahwa upaya untuk memperkuat hubungan bilateral adalah "hal mendesak".
Kishida juga menambahkan bahwa dia akan mempertimbangkan untuk mengunjungi Korea Selatan "pada waktu yang tepat."
Sementara Yoon mengatakan bahwa pengumuman solusi dari Korea Selatan telah "meletakkan dasar bagi kedua negara untuk membahas pembangunan berorientasi masa depan mulai sekarang."
Dalam menghadapi meningkatnya ancaman rudal dan nuklir Korea Utara serta meningkatnya kehadiran militer China, Kishida mengatakan Jepang akan segera memulai kembali pembicaraan keamanan dengan Korea Selatan yang melibatkan diskusi bilateral antara pejabat kementerian luar negeri dan pertahanan kedua negara.
Pembicaraan (keamanan bilateral) semacam itu antara Jepang dan Korsel terakhir diadakan pada 2018.
Yoon mengatakan Korea Selatan telah "sepenuhnya menormalkan" Perjanjian Keamanan Umum Informasi Militer (GSOMIA) dengan Jepang.
GSOMIA, sebuah pakta untuk berbagi intelijen antara Jepang dan Korsel, sebelumnya diancam akan dibatalkan oleh pendahulu Yoon -- Presiden Moon Jae In.
Pada Kamis pagi (16/3), Korea Utara menembakkan rudal yang tampak seperti rudal balistik antarbenua (ICBM), yakni suatu tindakan yang bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberlakukan sanksi ekonomi terhadap negara tersebut.
Rudal balistik Korut itu diyakini telah jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang di Laut Jepang.
Sebelum berangkat ke Tokyo, Yoon mengadakan pertemuan Dewan Keamanan Nasional, di mana dia mengatakan Korea Utara harus membayar harga atas provokasinya yang sembrono.
Kishida dan Yoon juga sepakat untuk mengadakan dialog keamanan ekonomi yang akan memungkinkan kedua negara untuk membahas cara memperkuat rantai pasokan semikonduktor untuk membantu menghadapi tantangan kekurangan pasokan cip global.
Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Korsel: Kerja sama dengan Jepang penting untuk hadapi Korut
Baca juga: Penyintas kerja paksa Jepang tolak rencana ganti rugi usulan Korsel
Baca juga: Presiden Korsel bertemu PM Jepang pekan depan
Kesepakatan itu diambil untuk membantu mengembalikan hubungan Jepang dan Korsel ke jalur yang benar dengan berusaha menyelesaikan perselisihan besar kedua negara tentang sengketa buruh masa perang.
Selama pembicaraan di Tokyo, Perdana Menteri Fumio Kishida dan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeo menegaskan bahwa mereka akan mempertahankan "komunikasi yang erat" dan meningkatkan pertukaran pandangan dalam hal politik, ekonomi dan budaya.
Yoon adalah Presiden Korsel pertama yang mengunjungi Jepang dalam empat tahun.
Kunjungan Yoon ke Jepang selama dua hari dilakukan setelah Korea Selatan pekan lalu mengumumkan proposal untuk menyelesaikan masalah tenaga kerja masa perang.
Kishida menyebut keputusan itu sebagai "langkah besar" menuju perbaikan hubungan Tokyo-Seoul, yang menurut beberapa pakar memburuk ke ke tingkat terendah sejak akhir Perang Dunia II.
Pada konferensi pers bersama dengan Yoon setelah pembicaraan itu, Kishida mengatakan bahwa upaya untuk memperkuat hubungan bilateral adalah "hal mendesak".
Kishida juga menambahkan bahwa dia akan mempertimbangkan untuk mengunjungi Korea Selatan "pada waktu yang tepat."
Sementara Yoon mengatakan bahwa pengumuman solusi dari Korea Selatan telah "meletakkan dasar bagi kedua negara untuk membahas pembangunan berorientasi masa depan mulai sekarang."
Dalam menghadapi meningkatnya ancaman rudal dan nuklir Korea Utara serta meningkatnya kehadiran militer China, Kishida mengatakan Jepang akan segera memulai kembali pembicaraan keamanan dengan Korea Selatan yang melibatkan diskusi bilateral antara pejabat kementerian luar negeri dan pertahanan kedua negara.
Pembicaraan (keamanan bilateral) semacam itu antara Jepang dan Korsel terakhir diadakan pada 2018.
Yoon mengatakan Korea Selatan telah "sepenuhnya menormalkan" Perjanjian Keamanan Umum Informasi Militer (GSOMIA) dengan Jepang.
GSOMIA, sebuah pakta untuk berbagi intelijen antara Jepang dan Korsel, sebelumnya diancam akan dibatalkan oleh pendahulu Yoon -- Presiden Moon Jae In.
Pada Kamis pagi (16/3), Korea Utara menembakkan rudal yang tampak seperti rudal balistik antarbenua (ICBM), yakni suatu tindakan yang bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang memberlakukan sanksi ekonomi terhadap negara tersebut.
Rudal balistik Korut itu diyakini telah jatuh di luar zona ekonomi eksklusif Jepang di Laut Jepang.
Sebelum berangkat ke Tokyo, Yoon mengadakan pertemuan Dewan Keamanan Nasional, di mana dia mengatakan Korea Utara harus membayar harga atas provokasinya yang sembrono.
Kishida dan Yoon juga sepakat untuk mengadakan dialog keamanan ekonomi yang akan memungkinkan kedua negara untuk membahas cara memperkuat rantai pasokan semikonduktor untuk membantu menghadapi tantangan kekurangan pasokan cip global.
Sumber: Kyodo-OANA
Baca juga: Korsel: Kerja sama dengan Jepang penting untuk hadapi Korut
Baca juga: Penyintas kerja paksa Jepang tolak rencana ganti rugi usulan Korsel
Baca juga: Presiden Korsel bertemu PM Jepang pekan depan
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2023
Tags: