Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memperkirakan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) akan mengurangi agresivitasnya dalam menaikkan suku bunga setelah penutupan Silicon Valley Bank (SVB).

Ia memperkirakan suku bunga acuan The Fed akan dijaga sebesar 5 persen atau hanya akan dinaikkan 25 basis poin (bps).

“Kalau ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan The Fed berikutnya, saya perkirakan hanya 25 bps, sangat moderat. Ini untuk memberi sinyal kebijakan mereka yang berupaya mengatasi inflasi,” katanya dalam Diskusi Online Indef yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Ia juga memperkirakan The Fed tidak menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, meskipun hal tersebut berpotensi memicu capital outflow dari Amerika Serikat ke negara lain, seperti negara-negara di Uni Eropa dan Australia yang sudah menaikkan suku bunga acuan mereka mengikuti The Fed.

“Kalau The Fed masih agresif menaikkan suku bunga acuannya, bank-bank lain bisa terdampak. Benturan selanjutnya bisa dialami lebih luas oleh sistem keuangan di Amerika Serikat,” katanya.

Pada Februari 2023 inflasi AS tercatat sebesar 6 persen, atau masih lebih tinggi dari suku bunga acuan The Fed yang sebesar 4,75 persen, yang memicu deposan menarik uangnya dari perbankan di Amerika Serikat, termasuk dari SVB.

SVB sendiri, yang berfokus menyimpan uang pelaku usaha rintisan dan melakukan pendanaan untuk startup, mengalami pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan deposito di tengah pandemi COVID-19 yang mengakselerasi digitalisasi.

“Tapi kemudian situasi berubah. Setelah aktivitas masyarakat berangsur normal, startup banyak melakukan pemutusan hubungan kerja. Ini implikasinya,” katanya.

Menurutnya, kebutuhan penarikan dana yang tidak dapat dipenuhi SVB menyebabkan bank tersebut kolaps dalam waktu kurang dari 48 jam.

Eko berpandangan apabila tidak segera ditangani, penutupan SVB yang kemudian disusul oleh penutupan Signature Bank, dapat memicu resesi ekonomi global.

“Kita masih melihat inflasi yang cukup tinggi, terutama di negara-negara maju, yang dikendalikan oleh kebijakan suku bunga acuan. Probabilitas resesi tidak terhindarkan kalau bank sentral dunia terus mengerek suku bunga acuan,” ucapnya.


Baca juga: Sandiaga sebut 'tech winter' telah mengguncang industri teknologi
Baca juga: Kemenkeu: Minat lelang SUN meningkat di tengah sentimen SVB
Baca juga: Indodax: Bitcoin dan kripto naik dipicu penutupan Silicon Valley Bank