Jakarta (ANTARA) - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan segala potensi dalam proses demokrasi dapat dikelola untuk menghindari polarisasi (pembelahan).

Tito menjelaskan dalam ilmu keamanan, setiap pembelahan/perbedaan mengandung potensi konflik. Konflik hal biasa, karena beda kepentingan dan tujuan.

"Namun, konflik tidak boleh saling menghancurkan, harus dikelola, agar konflik ini tidak boleh mengoyak kebangsaan," katanya di Jakarta, Senin saat memberikan sambutan pada kegiatan dialog kebangsaan bersama partai politik dalam rangka persiapan Pemilu 2024.

Dalam kegiatan yang diinisiasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama KPU dan Bawaslu tersebut, Tito mengakui sistem pemilihan langsung dalam demokrasi, turut melegalisasi pembelahan (polarisasi) di masyarakat.

"Sebetulnya, dengan pemilihan langsung, ini membelah masyarakat, polarisasi masyarakat atas nama demokrasi," ungkapnya.

Baca juga: Wapres: Polarisasi mungkin menangkan suara tapi akan rusak negara

Baca juga: BNPT ajak KPU, Bawaslu, dan parpol cegah polarisasi pada Pemilu 2024


Kata dia, Indonesia harus melaksanakan prinsip demokrasi, sehingga potensi konflik merupakan harga yang harus dibayar, karena menganut sistem demokrasi.

Tito mencontohkan negara seperti Afganistan yang merdeka lebih dahulu dari Indonesia, hanya memiliki tujuh suku dengan 99 persen agama sama, sampai hari ini belum selesai dengan konflik.

Mendagri menegaskan lembaganya sudah menyampaikan kepada beberapa pihak, terkait indikator Pemilu 2024 yakni berlangsung aman dan lancar sesuai aturan yang berlaku.

Selanjutnya, partisipasi pemilih yang tinggi. Karena itu memberikan legitimasi yang kuat, bagi siapa pun yang menang menjadi pemerintah. Kemudian, tidak terjadi konflik yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa, terutama konflik kekerasan. Terakhir, pemerintahan yang ada tetap lancar baik di pusat maupun di daerah.